Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Larutnya Syukur dalam Kufur

28 September 2019   23:38 Diperbarui: 29 September 2019   00:15 50 2
Sekian lama alam bebasku diselimuti yang putih terhirup membuat sesak dada ini menahan sebuah rindu. Kurang lebih satu bulan lamanya lingkunganku diselimuti oleh asap. Asap yang telah banyak membuat mata ini perih hingga mengeluarkan air mata.

Bagaimana tidak, selama itu lingkungan di daerahku (Bungo,Jambi), yang terkenal dengan udara yang segar. Namun itu adalah  kala itu.

Entah ujian atau azab Tuhan yang menimpa tanahku. Kabut asap yang sangat pekat ini menjadi mimpi buruk yang nyata bagiku dan warga sekitarku.

Tidak hanya mematikan kecerdasan anak bangsa melalui peliburan siswa sekolah dasar, bahkan juga banyak yang berujung pada melayangnya nyawa anak bangsa.

Sedih tak dapat dipungkiri, bagaimana tidak, di tengah panasnya cuaca di musim kemarau, merekahnya tanah yang dulu subur, rerumputan hijau pun ikut memudar. Ditambah lagi dengan ulah tangan usil yang memercikkan api hingga mengundang asap lewat kebakaran hutan.

Semunya merindukan rintik-rintik yang mampu menghancurkan kerinduan. Aku dan mereka terus bersama harap akan itu. Semuanya agar udara yang kami hirup tak lagi di filter dengan masker.

Sesak dada dan nafas kami menahan rindu ini. Dan akhirnya saat matahari hendak lari dari penglihatan pada hari Senin,23 September 2019 yang dirindukan memberi pesan lewat hembusan angin sore dan awan hitam.

Semuanya merindu penuh harap agar rintik-rintik itu sampai dengan selamat untuk datang dan memeluk kami yang tiap saat menangis menahan rindu padanya.

Akhirnya, rintik itu datang. Namanya hujan. Semua datang menyambut nya dengan riang. Bisa ku lihat riangnya hati mereka lewat story yang mereka goreskan di sosial media.

Tapi ingat, syukur bukan hal seperti itu. Bisa jadi nikmat ini sesekali berubah menjadi bencana karena ulah kita yang terlalu dalam menikmati syukur dan kufur.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun