Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kritikanmu, Secangkir Kopi Panas untukku

2 Januari 2013   02:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:39 209 1
Dalam sebuah kritikan, kita akan di hadapkan pada situasi dimana orang-orang yang dikritik menerima atau tidak menerima kritikan tersebut. Dan si pengkritik tentunya sudah hapal dengan konsekuensi ini. Masalahnya adalah, seefektif apakah kritikan bisa merubah keadaan seiring berubahnya
perilaku dari orang yang dikritik?
Tergantung cara menyampaikan dan kelapangan dada si penerima kritik tentunya. Orang yang berlapang dada manakala mendapatkan kritikan akan berkata: "Oh ya, maaf saya salah dan akan berusaha memperbaikinya". Orang yang hanya setengah hati akan berkata: "Hmmm... begitu ya? baiklah kalo begitu, saya akan berusaha memperbaikinya. Tapi gak janji". Sedangkan orang bebal yang tidak mau dikritik akan berkata: "Hei! emang siapa loh? Emang kamu dah bener gitu berani-beraninya ngritik orang lain?!" baik secara langsung pada si pengkritik, ngomong pada orang lain, ataupun hanya dalam hatinya saja. Nah, ini menarik untuk dikritisi :D

Apakah kita harus benar dahulu
sebelum mengkritik orang lain? Benar pada satu sisi dan tidak benar pada sisi lainnya. Manusia hendaklah bercermin dahulu sebelum melontarkan kritikan,
agar apa yang dia kritisi tidak
menghujam balik pada ulu hatinya, atau malah mencoreng mukanya sendiri. Namun di sisi lain, umpama ada peraturan tak tertulis bahwa orang salah,
orang bejad, orang hina, orang bodoh, orang sinting, orang miskin, dan orang-orang lainnya. yang menempati dasar dalam Piramida Abraham Maslow tentang hirarki kebutuhan (ups! gak nyambung ya?) tidak boleh mengkritik mau jadi apa dunia ini? Kalau aturannya seperti itu maka apapun bentuknya yang namanya kritikan diharamkan ada di atas muka bumi ini gitu? Manusia tidak terlepas dari kesalahan loh bro! Apakah tidak
boleh warga yang suka buang sampah di sungai mengkritik Kades karena ngemplang beras raskin? Apa tidak boleh pemilik kendaraan bodong yang tidak ada pemasukan pajak kendaraan buat negara mengkritik koordinator PKH karena duitnya PKH yang menjadi haknya disunat? Apa tidak boleh mahasiswa yang suka bolos kuliah mendemo anggota DPR yang sering keluyuran ke luar negeri dengan alasan studi banding? Apa tidak boleh suami pengangguran mendamprat istrinya yang selingkuh dengan pria teman sekantornya? Apa tidak boleh makmum yang baru belajar shalat memperingatkan imam yang lupa dalam rukun-rukun shalat dengan kritikan berupa bacaan "Subhanallah" untuk pria dan tepukan sekali bagi wanita?. Kalau begitu, sama artinya situ memelihara bentuk kesewenang-wenangan dan melestarikan ketidak adilan atuh bos! Situ emang mau di perlakukan sewenang-wenang? Situ emang mau diem aja kalo diperlakukan tidak adil? Gitu aja simpel deh!. Kritikan harus tetap ada, terlepas dari yang memberikan kritikan itu seorang humanis atau bajingan.

Kita husnudzon aja, sebuah kritikan ada karena demi kemaslahatan bersama, bukan untuk kepentingan si pengkritik saja. Lagipula kita diajarkan untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan kebajikan bukan? Tidak ada keterangan disana yang memperingatkan harus siapa orangnya dan bagaimana perilakunya. Betul gak bos?!

Yang jadi pertanyaan adalah, seandainya kita mendapatkan kritikan, yang sakitnya melebihi tamparan, apa yang harus kita lakukan? Jawabannya, nikmatilah setiap kritikan layaknya kopi kegemaran yang bisa menumbuhkan semangat dalam aktivitas kita! (untuk yang suka ngopi tentunya). Mungkinkah? Mengapa tidak! :-). Kita punya wewenang penuh untuk mengontrol emosi kita.

Berikut tips dalam menyikapi sebuah kritikan:

1. Ubah paradigma terhadap sebuah kritikan. Anda, mereka, ataupun saya tidak akan jatuh hanya karena sebuah kritikan, meski tidak semua kritik itu benar dan perlu ditanggapi. Adanya kritik adalah antitesa dari sikap apatis yang belakangan ini mulai jadi trending di masyarakat kita. Coba perhatikan perusahaan-perusahaan besar yang harus mengadakan berbagai survey untuk mengetahui kelemahannya agar bisa berbenah diri. Padahal biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit loh! Bayangkan kita harus melakukan hal yang sama, berkorban hanya untuk mengetahui kekurangan diri. Kritik merupakan kesempatan untuk koreksi diri. Tentu saja akan lebih menyenangkan jika mengetahui secara langsung kekurangan kita, daripada harus menerima kritikan terlebih dahulu.

2. Posisikan kita dari persepsi si pengkritik. Tidak ada salahnya mencari tahu detil kritik yang disampaikan. Kita bisa belajar dari mereka dan melakukan koreksi terhadap diri sendiri. Bisa jadi kritik yang disampaikan benar adanya. Jika perlu, justru carilah orang yang mau memberikan kritik sekaligus saran kepada kitaa. Toh kita tidak akan menjadi rendah dengan berbuat seperti itu. Justru sebaliknya, pendapat orang lain bisa jadi membuka persepsi, wawasan, maupun paradigma baru yang bisa mendukung resolusi yang telah kita buat dan target yang harus kita capai.

3. Tidak perlu membalas kritik dengan kritik. Tanggapi kritik dengan bijak. Kita tidak perlu marah atau memasukkannya ke dalam hati. Toh menyampaikan pendapat adalah hak semua orang. Nikmatilah apapun yang mereka sampaikan. Tidak ada ruginya untuk ringan dalam mema'afkan seseorang.Anggaplah semua itu untuk perbaikan yang menguntungkan kita kelak. Satu hal lagi, anggaplah sebuah kritikan sebagai ungkapan kasih sayang dan kepedulian dari si pengkritik terhadap kita sang penerima kritikan.

4. Jawab kritikan dengan senyuman dan pembuktian.
Ini semua bisa melatih mental kita agar bisa tegar menghadapi ujian agar bisa menjadi lebih hebat di kemudian hari. Singkatnya, kita memang hanya layak dipuji jika sudah berani menerima kritikan. Meski tidak mudah, asah terus keberanian kita untuk menikmati kritik layaknya menikmati kopi panas kegemaran kita. Ingat, pujian dan apresiasi hanya akan datang apabila kita sudah melakukan sesuatu yang berharga.

So, jangan pernah bosan untuk
memburu kritik, dan tanggapilah
setiap kritik dengan lapang dada! :-)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun