Baru saja kami keluar dari check point parkir menuju pertigaan poros Makassar Maros, tiba-tiba terdengar 'nguing nguing nguing' yang kencang dari belakang kami. Sedikit terkejut, sepeda motor yang kutumpangi pun berhenti. Saya bertanya dalam hati. Ada pejabat kah yang hadir hari ini di Makassar?
Wuss...satu mobil polisi melaju, kemudian serangkaian mobil hitam berbagai merk mahal melaju tak kalah kencang dibelakangnya. Wuss...wuss...wus...seperti ketakutan ada sniper yang mengintip untuk menembak salah satu penumpangnya.
Saya tercenung. Tidak tahu siapa saja di dalam mobil itu. Yang pasti masing-masing mobil itu ditempeli stiker besar menutup kaca belakang. Sebuah senyum khas dan kumis yang tidak kalah khas terpampang. Ah, rupanya wajah salah satu calon ketua partai yang tengah gencar membangun image dan menebar pesona.
Mobil-mobil itu melaju kencang dan menghilang menuju tol. Hatiku kembali bertanya, mengapa tingkah gagah itu selalu dipertontonkan oleh para pejabat dan partai kita? Apakah melaju dengan sopan secara incognito menjadi terlalu 'mewah' untuk mereka semua? Bukankah tidak terlalu perlu mereka membelah jalan yang jelas-jelas lancar dengan 'keangkuhan' semacam itu?
Saya memahami protokoler. Tapi protokoler apakah harus selalu mobil2 hitam, nguing2, seperti lakon2 mobster di film2 Hollywood? Tidakkah simpatik jika mereka melaju dalam kecepatan yang umum2 saja.
Ah, mungkin rombongan ini dikejar waktu. Ada rapat mendesak demi bangsa dan negara ini. Pencalonan ketua umum partai (!) itu penting bukan bagi rakyat? Jadi rakyat harus sabar jika jalan dibelah sesaat untuk ketergesa-gesaan itu.
Sementara saya bekerja di sektor publik yang dibebani target penerimaan begitu besar di bawah tekanan opini masyarakat dan (apa yang kita sebut) wakil rakyat terhormat dari partai2 semacam itu, miris rasanya melihat parade kekuasaan seperti itu.
Dalam hati saya bertanya2, sudahkah pajak mereka dibayar dengan benar? Pemilik mobil2 hitam itu? Apakah mereka betul2 memikirkan kepentingan rakyat yang mereka wakili? Ribuan apakah yang lain berkelebatan cepat.
Saya tidak tahu. Saya cuma tercenung dan melanjutkan perjalanan di tengah terik matahari Makassar.