Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Review Naskah Drama "Saksi Tuhan" Karya Amaliya Damaianti: Tinjauan Sosiologi Sastra

24 Desember 2022   14:47 Diperbarui: 24 Desember 2022   15:01 634 0
Naskah drama ini diambil berdasarkan cerpen "Cinta di Atas Perahu Cadik" karya Seno Gumira Ajidarma. Cerpen ini pertama kali diterbitkan harian Kompas pada 10 Juni 2007. Kemudian diterbitkan kembali dalam Antologi 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 pilihan Anugerah Sastra Pena Kencana.


Konflik yang terjadi dalam naskah ini merupakan sebuah cerminan. Saat ini banyak hubungan rumah tangga yang berakhir perceraian akibat perselingkuhan. Menjalin hubungan tidak selamanya senang dan tidak seterusnya susah. Pahit manis yang dirasakan merupakan ujian yang perlu dihadapi bersama. Setiap orang yang telah mengucapkan akad harus berpegang teguh terhadap janjinya. Ketertarikan pada orang lain bisa saja terjadi, namun kita mesti berkaca pada janji suci ketika bersuami istri.


Kehidupan rumah tangga ialah kehidupan yang di dalamnya terdapat banyak sekali konflik, seperti ekonomi, keturunan, kekerasan, dan perselingkuhan. Namun, konflik yang terjadi dalam rumah tangga yang sekarang sedang marak-maraknya ialah kasus perselingkuhan. Bukan hanya sekarang ini, melainkan sejak dahulu juga kasus perselingkuhan tetap mendominasi dalam konflik rumah tangga. Bahkan penyebab besar terjadinya perceraian ialah karena adanya perselingkuhan. Perselingkuhan menjadi realita sosial dalam konflik kehidupan rumah tangga. Realita sosial ini yang menjadi awal mula adanya implementasi dalam macam-macam karya sastra, seperti dalam naskah drama. Naskah drama menjadi media utama dalam penyaluran koflik realitas sosial, salah satunya dalam naskah drama "Saksi Tuhan" karya Amelia Damaianti. Naskah drama ini benar-benar mencerminkan realita sosial dalam kehidupan rumah tangga, terbukti dalam kutipan-kutipan dialog naskah dramanya.


Pada adegan pertama pengarang mengambil latar di tepi pantai  pukul 05:00 WIB. Adegan ini menceritakan bahwa Sukab sebagai seorang lelaki yang sudah berkeluarga mengajak  kencan Hayati yang juga sudah berkeluarga. Pemahaman agama antara mereka sungguh mengkhawatirkan sehingga itu yang membuat perselingkuhan terjadi. Terlihat pada kutipan berikut:


Sukab: "Kamu lama sekali, Hayati. Apa kamu meminta izin dulu kepada suamimu?"


Hayati: "Apa kamu gila? Tentu tidak, suamiku masih tidur."


Sukab: "Lalu, mertuamu? Dimana dia?"


Hayati: "Di dapur. Sudahlah, mau kemana kita?"


Sukab: "Ikutlah, nanti kamu tau. Kita akan bersenang-senang hari ini, Sayang


Perselingkuhan antara Sukab dan Hayati terjadi begitu saja, padahal tokoh nenek yang menjadi mertua dari Hayati telah mengingatkan mereka bahwa mereka telah berkeluarga dan tidak sepantasnya perselingkuhan itu terjadi bahkan dengan terang-terangan. Seperti pada kutipan berikut:


Nenek: "Hei, Sukab, mau kamu larikan kemana istri orang?"


Sukab: "Tenang, Mak. Akan kupulangkan Hayati padamu. Kami mau bersenang-senang sebentar.


Nenek: "Dasar, laki-laki tidak tahu diri! Kamu juga, Hayati. Suamimu tidur, bukan membuatkan sarapan malah pergi dengan suami orang. Belum kena azab, belum kapok kalian."


Hayati: "Sebentar saja, Mak. Kami juga sebentar lagi menikah. Izinkan kami liburan barang sejenak."


Di satu sisi, Dulah sebagai suami dari hayati hanya bisa pasrah dengan perselingkuhan tersebut. Dulah menganggap perceraian antaranya dengan Hayati akan segera terjadi. Lagipula, Hayati telah mencintai Sukab. Nenek yang menjadi ibu dari Dulah sangat geram dengan perilaku dan sikap Dulah tersebut. Terlihat pada kutipan berikut:


Nenek: "Dulah, Dulah, Suami macam apa kamu ini? Istrimu dibawa lari laki-laki lain malah tenang-tenang saja.


Dulah: "Lagipula mereka saling mencintai, Mak. Untuk apa aku mencegahnya? Punya hak apa? Sebentar lagi kami bercerai."


Nenek: "Kamu itu apa tidak pernah belajar agama? Istri itu harus taat dengan suami! Bukannya selama ini kamu taat beragama dan tidak seperti emak."


Dulah: "Aku tahu. Tapi dia sudah tidak bisa dinasihati lagi. Lebih baik kami segera bercerai dan mereka pun bisa menikah. Jadi, tidak akan terjadi seperti ini lagi."


Ketidakmampuan dalam mengurus rumah tangga serta pemahaman agama tentang hubungan suami istri yang minim membuat perselingkuhan yang terjadi dianggap hal yang wajar. Padahal sudah seharusnya seorang istri taat terhadap suami dan seorang suami harus mampu mendayung bahtera rumah tangga menuju arah yang lebih baik. Ketika seorang suami sudah mengucapkan akad, maka seorang istri sepenuhnya menjadi tanggung jawab suami dan seorang istri dapat meraih surganya dengan menaati suami.


Di satu sisi, istri Sukab yaitu Waleh adalah seorang yang sabar dan taat terhadap suaminya. Meski Sukab sering memarahinya, namun dia tetap teguh untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang istri. Mereka telah dianugerahi seorang anak yang memiliki kekurangan. Dari kekurangan itu ada satu hal yang tidak dimiliki anak kebanyakan yaitu sabar meski Sukab sering memarahinya:


Nenek: "Waleh, aku punya menantu seperti Hayati saja sudah tidak sanggup! Tapi kamu, kenapa kamu begitu taat dengan suamimu? Sukab dan Hayati tidak sepantasnya berbuat sepeti itu kepada kamu dan Dulah!"


Waleh: "Aku tahu, Mak. Aku hanya menjalankan kewajibanku terhadap suamiku."


Sukab yang pada saat itu pergi bersama Hayati dengan menaiki perahu tidak kunjung kembali. Sementara itu Nenek terus saja mencarinya dengan menanyakan keberadaan mereka kepada para Nelayan  yang baru saja berlabuh. Beberapa Nelayan melihat Sukab dan Hayati sedang bercinta di atas perahu. Dengan perilaku menantunya tersebut Nenek semakin geram sehingga mengucapkan sumpah serapah:


Nenek: "Bahkan Tuhan kelak menghukum mereka! Tuhan tidak tidur! Tapi kamu malah diam saja"


Sumpah serapah itu dikabulkan tuhan sehingga membuat terjadi badai yang besar semalaman. Sukab dan Hayati yang saat itu masih ada di laut terombang-ambing karena ombak yang semakin ganas. Lalu mereka memutuskan untuk pulang setelah badai berhenti pada tengah malam dan mendarat. Akibat badai tersebut mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah kesalahan besar:


Sukab: "Kau ingat badai tadi, Hayati?"


Hayati: "Ya, aku ingat betul. (Melihat langit) tidak seharusnya kita berbuat seperti ini."


Sukab: "Baru kali ini aku merasakan hal yang sangat mengerikan. Selama ini aku kira Tuhan tidak nyata. Tapi, ternyata aku salah"


Hayati: "Bahkan aku tidak bisa menjadi istri yang baik bagi Dulah."


Sukab: "Apalagi aku yang sudah punya istri taat, tapi malah aku yang tidak tahu diri. (Menunduk)"


Hayati: "Kau sudah punya anak, bukan?"


Sukab: "Ya, anakku sangat baik. Meskipun dia kurang, tapi dia tidak pernah membentakku. Aneh kan? Padahal aku selalu memaki-maki Ibunya ketika ia mencegahku pergi bersamamu."


Hayati: "Ibu mertuaku sangat peduli denganku. Aku pun tidak tahu diri. Sangat!"


Sukab: "Sampai di sini saja, Hayati. Tuhan tidak pernah merestui kita."


Hayati: "Ya, Sukab. Sebaiknya kita kembali pada rumah tangga kita masing-masing. Kita perbaiki kesalahan kita. Tidak sepantasnya kita seperti itu."


Drama Saksi tuhan mengajarkan kita bahwa untuk membina rumah tangga diperlukan pemahaman agama yang baik. Seorang suami yang baik adalah dia yang mampu menjaga keeratan hubungan keluarga sedangkan istri yang baik adalah dia yang mampu menjalankan kewajibannya terhadap suami.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun