Setelah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Militer di Thailand, Patani merupakan salah satu daerah yang paling terkena dampak buruk dari kebijakan tersebut. Dikeluarkan untuk mencegah tindak kerusuhan. Ternyata, banyak menimbulkan korban berjatuhan dikalangan warga sipil Patani dan memberikan ancaman bertubi-tubi.
Kendati pada pasal 8 dalam Undang-undang Darurat Militer Thailand, menegaskan" otoritas militer memiliki kekuatan penuh penangkapan, permintaan wajib, larangan, penyitaan, cabut diri, penghancuran atau perubahan tempat dan keluat dari orang-orang".
Sedangkan dalam pasal 9 dan 12 menyatakan bahwa barang-barang yang dapat dicari dan disita termasuk pesan, surat, telegraf,paket, buku, surat kabar dan bahkan puisi. Petugas juga dapat "mematikan, mencari, menangkap, dan menahan orang-orang tanpa harus membuat surat penggeledahan atau surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan".
Jadi, siapa pun dapat ditahan hingga tujuh hari tanpa surat perintah penangkapan karena sepenuhnya tergantung pada kebijaksanaan petugas keamanan. Untuk menjamin tiap-tiap warga penduduk di Wilayah Patani agar bebas dari rasa takut dan hak untuk mendapat akses politik, telah diberhangus secara membabi buta.
Wilayah Thailand Selatan antara lain, Provinsi Pattani, Naratiwhat, dan Yala, menjadi basis penangkapan sewenang-wenang oleh militer Thailand. Hal ini tentu tidak menghargai hak atas kemerdekaan tiap-tiap individu warga negara dan hak atas kebebasan berekspresi setiap warga negara.
Tentu saja, situasi di wilayah Patani tidak sama dengan daerah yang lain di Thailand. Meskipun pemerintah masih terus menyangkalnya, situasi di Patani adalah konflik bersenjata internal. Apapun situasi penerapan UU darurat militer di Thailand, namun harus tunduk pada hukum humaniter internasional sebagai legitimasi atas kejahatan kemanusiaan.
Organisasi hak asasi manusia sejak lama mengkritik penerapan undang-undang darurat militer. Karena aturan ini memberi militer kekuasaan dan kewenangan yang terlalu besar. Penerapan undang-undang darurat mendorong terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang sistematis, terstruktur, dan masif.
Kebijakan seperti itu justru dijadikan alasan oleh para gerakan pasukan bersenjata Patani yang terus melakukan aksi kekerasan. Akibatnya, militer bertindak lebih represif lagi.