Sebelumnya, aku sudah punya buku dengan judul “The True Power Of Water” karya dari Masaru Emoto, hasil pemberian dari seorang sahabat yang sangat baik. “Ada apa dengan Emoto, sehingga lahir buku tandingannya itu?” Pikir ku saat itu. (Meskipun buku ini cetakan pertamanya sudah 3 tahun nan lalu, tapi aku baru mendapatkannya)
Sesuai dengan judulnya yang bertolak belakang dengan judul buku Masaru Emoto, dalam buku itu di kupas berbagai hal dengan dilengkapi sumber-sumber dari tokoh-tokoh yang refresentatif, untuk membantah temuan dari “Sang Nabi Air” (begitu, Penulis buku itu menyebut Masaru Emoto)
Penyusun buku “The Untrue Power Of Water” itu mengupas habis seputar metodologi penelitian yang dilakukan oleh “Sang Nabi Air,” juga rujukan-rujukan yang digunakan oleh Emoto. Tidak ketinggalan, dalam salah satu BAB nya, BAB 1 “Sang Pembawa Pesan”, penyusun menuliskan latar belakang pendidikan Emoto, yang membuwat Emoto memperoleh gelar Doktor.
Di Bab-Bab selanjutnya, Penyusun membeberkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh Emoto dalam melakukan penelitian, yang kemudian melahirkan buku Best Seller, seputar kekuatan Air. Berbagai pendapat dari tokoh, dikemukakan oleh Yoroshii Haryadi dan Azaki Karni dalam bukunya yang cetakan pertamanya pada Mei 2007 itu. Salah satu yang dipertanyakan penyusun Buku dengan jumlah Bab sebanyak 8 Bab itu, diantaranya (dengan mengutip pendapat dari James Randi, pendiri Hames Randi Education Foundation’s Million Dollar Challenge) bahwa “Emoto sungguh Ilmuwan Gadungan (Pseudoscience). Emoto mungkin sangat percaya bahwa yang sedang dia lakukan adalah suatu ilmu pengetahuan. Tetapi sebenarnya tidak. Emoto tidak melalui prosedur double-blind. Yaitu, sebagai peneliti, dia mengetahui mana air yang dipapar dengan kata indah dan mana yang dimaki dengan kata makian. Sehingga penelitiannya menjadi subyektif”
Sebuah kontroversi, mungkin bisa dikatakan sebagai sesuatu hukum alam, dalam setiap hal. Setiap ada aksi, sejatinya mengundang ‘reaksi’ terlepas apakah itu yang pro maupun yang kontra. Dan itu, yang mendasari penyusunan buku “The Untrue Power Of Water”, sebagaimana dituliskan oleh penyusunnya, yakni “Buku ini juga tidak maksud menentang.Tapi, semua itu tidak harus sampai mematikan etos ilmiah kita untuk menguji secara bertanggung jawab sebuah temuan yang diklaim dihasilkan dari prosedur ilmiah”
Dengan segala keterbatasan pengetahuan yang aku miliki, ditambah lagi dengan “Tapi, semua itu tidak harus sampai mematikan etos ilmiah kita untuk menguji secara bertanggung jawab sebuah temuan yang diklaim dihasilkan dari prosedur ilmiah” dengan tanpa bermaskud untuk menentang, sepertinya, ada hal-hal yang kurang diperhatikan oleh Yoroshii Haryadi dan Azaki Karni, dalam “The Untrue Power Of Water” nya. Kedua penyusun tersebut, mencoba mengkritisi temuan dari Emoto yang sifatnya (setidaknya ada’ pengakuan’ dari Yoroshii Haryadi dan Azaki Karni, meskipun kemudian menyangsikan), namun tidak dilakukan dengan cara melakukan uji coba-uji coba dalam membantahnya. Penyusun hanya sekedar mengutip pendapat dari beberapa tokoh, tanpa memaparkan penemuan yang dilakukan oleh penyusun (atau Tim yang disusun oleh penyusun).
Sepertinya, alangkah baiknya, ketika penyusunpun menyajikan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh (minimalnya) Tim yang sepengetahuan penyusun dalam melakukan uji coba itu. Dengan demikian, kritik yang disampaikan, bisa lebih mengena.
Dari sekian banyak pembahasan yang diuraikan dalam buku “The Untrue Power Of Water” itu, yang sangat berharga bagi aku, satu yang paling aku pegang, bahwa “Ajakan Untuk memelihara lingkungan air, berpikir positif, syukur dan Cinta, mungkin itu lah yang memikat pembaca buku Emoto. Namun, apakah lantas kita menutup mata terhadap pijakan yang sifatnya spekulatif? Apakah daya kritis kita lantas mesti tergerus?” Kalimat itu, sungguh memberi pelajaran bagiku, bahwa, perlu pemahaman, sebelum akhirnya menyetujui atau tidak menyetujui suatu pendapat.
Salam menjaga lingkungan, salam memelihara daya kritis dan salam KOMPASIANA!