Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Nikmatnya Ngerokok di Angkot

4 Juni 2010   14:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:44 208 0

Liburan kali ini, terasa nikmat sekali. Beda dari liburan-liburan sebelumnya. Pasalnya, liburan sekarang, Sabro nraktir Aku buwat jalan-jalan ngajak mancing. Dia bertindak selaku ‘Mentri’ segala macam. Dari Mulai Mentri ‘keuangan, Mentri perhubungan, Mentri ekonomi dan Mentri-Mentri lainnya’ Sabro yang menjabat. Kalau urusan ‘Mentri Pertahanan,’ dan ‘Kapolri,’ itu sudah menjadi satu bagian dengan Sabro dari jaman Orde ‘wikan’ dulu.

Setelah semalam tidur sore-sore, sekitar pukul 23:30 WIB, Aku bisa bangun lebih awal dibanding sebelumnya. Setidaknya, ketika si Mba-Mba Ayu yang dengan setia ‘bawain’ Aku gorengan pisang belum datang, Aku dah ngopi sambil ‘Ndangduthan’ dengerin “BT” nya Manis Manja Group. Biar Sabro’ yang menjadi segala macam ‘Mentri,’ tapi Aku tetep nyempetin diri ngerebus Singkong buwat tambahan amunisi ntar di ‘TKP’ (Dengan pertimbangan, jangan kan sekarang, yang statusnya menjabat sebagai ‘Mentri’ segala macam, waktu Dia jadi “petugas lapangan’ aja, Dia yang paling giat dalam memegang dalil “Mubadzir adalah saudaranya syetan.”

Sekitar jam 07:00 WIB, Sabro dan Sapri dah nongol di kontrakan Aku, dengan pakaian ala “Host di acara Mancing Mania” bahkan lebih hebat Sabro dan Sapri “Kang, hayu jalan. Dah siang niyh,”kata Sabro sambil keluar asap dari bibirnya yang kata Dia sexi itu. “Ok, siap. Aku dah siap semuanya koq” timpal Aku, sambil bawa “koper” berisi Singkong rebus itu. “Lha, koq pakaian Mu kaya gini, Kang? Sesuai in dong kaya Kita. Wah, malu-maluin aja Kang. Lha itu apa Kang di plastic merek “Alfamart” Mu itu? Aku yang diberondong Sabrosambil pake sandal jepit ‘Swallow’ Aku, langsung jawab, karena ngga mau Dia terus ‘kasih wejangan’ yang pasti bakal lebih parah.

“Singkong rebus Bro. itung-itung tambahan amunisi ntar di tempat mancing. Khan ntar jauh dari warung. Biar Kamu ngga mati kelaparan, Bro” jawab Aku sambil siap-siap berdiri.

“Ya ampun, Kang… koq Kamu koyo Mbah Aku saja Kang. Bawa-bawa yang kaya gitu. Plasiknya plastic Alfamart lagi. Ngisin-ngisini ae, Sampeyan Kang,”sepeti biasa, kalau menurutnya ketinggalan zaman, Sabro mesti bawa-bawa Mbahnya yang menurut versi Sabro, paling pinter ngedongeng.

Karena Aku dianggap hidup kaya Mbah si Sabro, sepanjang jalan menuju Angkot, Aku jadi ‘makanan empuk’ si Sabro sama si Sapri. Setelah habis 2 batang rokok ‘poligami’ (Sabro bawa rokok sendiri, ‘poligami’), akhirnya nyampe juga di terminal. Setelah penumpang penuh, sangat penuh malah, akhirnya supir mulai menghidupkan mesin Angkot ‘tahlil’nya menuju daerah yang akan Kami tuju.

Sabro adalah satu-satunya penumpang yang masih ngerokok, karena memang Dia ngisep 3 batang dari kontrakan Ku. Di depan Sabro, meskipun tidak berhadapan langsung, ada seorang Ibu muda, pake rok ‘payung’ panjang dengan kemeja yang sangat serasi, nampak menutupi anak balitanya dari asap rokok si Sabro. Tapi Sabro, yang asyik “mengemut” rokok sekan-akan ngga peduli di depannya ada Ibu muda yang dengan susah payah melindungi Balitanya itu. Malahan, Sabro nampak nyambung. Aku liat Sapri mencoba ngingetin Sabro yang memang tempat duduknya berdampingan. Tapi dasar Sabro, masih saja tetep menikmati dengan sepenuh hati ‘poligami’ rokok miliknya itu.

Sampai akhirnya penumpang tinggal Kami bertiga, Sabro masih mengisap rokok. Aku liat muka Sapri nampak kesel, karena mungkin tingkah laku Sabro yang tidak mau tau dengan orang-oarang di sekitarnya.

“Bro, Kamu itu ya Dapret banget ya Bro. Tau ngga Kamu, Ibu di depan Mu itu? Dia itu bawa Balita Bro. lha Kamu enak-enakan ngrokok.”kata Sapri, ketika di dalam Angkot persis tinggal kami bertiga.

“Pri, setip orang itu mempunyai Hak yang harus dihormati oleh orang lain. Aku menghormati Ibu muda itu bawa anaknya ke Angkot. Padahal Aku bisa saja ngelarang Dia dengan alasan, Aku ngga suka liat Balita di Angkot. Tapi Aku ngga khan? Lha, ya Aku juga punya hak buwat ngerokok di Angkot. Itu di lindungi Undang-undang Pri. Iya khan Kang?” kata Sabro membela diri sambil nengok ke arah Ku.

“Hak wudel Mu Bro. Hak macam apa itu Bro? Kamu itu pinter bicara Hak, padahal ngga tau maksud Hak itu sendiri seperti apa? Bener, Kamu punya Hak buwat ngerokok di dalam Angkot. Tapi ingat Bro, Hak Kamu itu dibatasi oleh Hak-Hak orang lain Bro. Dan yang paling penting Bro, kewajiban Kamu adalah menghargai dan menghormati Hak orang lain untuk menghirup udara segar yang bebas dari asap Rokok yang keluar dari Lambe item Mu itu, Bro,”panjang lebar Sapri mencoba menangkal argument dari Sabro yang mengatas namakan Hak.

“Kamu itu hanya tau Hak-hak Mu. Tapi ngga mau tau dengan Hak orang lain. Bahkan, Kamu itu ngga tau dengan kewajiban Mu. Hak saja yang Kamu makan. Parahnya lagi, Hak versi Mu itu, Hak ‘ngawur’ Bro.” Baru kali ini Aku liat Sapri sebegitu gigihnya memepertahankan argument untuk membantah argument Sabro yang dinilainya ‘ngawur’ itu

“Lha Kang, gimana ini Kang? Koq Sapri jadi marah-marah kaya begini ini bagaimana Kang?” kata Sabro sambil lagi-lagi nengok ke arah Ku.

“Bro, Aku kecewa saja sama Kamu. Koq yo sempet-sempetnya Kamu ngerokok di tempat umum, yang jelas-jelas di sana ada Balita. Lebih-lebih Kamu bilang atas nama Hak. Jelas Aku kesinggung. Aku ini anak Fakultas Hukum, eh Bro.” Waduh, Sapri udah Mulai bawa-bawa basic. Pertanda gelagat kurang baik ini, pikir Ku.

Sampai akhirnya Angkot nyampe di tempat tujuan kami memancing. Beres transaksi dengan supir, sang “Mentri keuangan” langsung ambil posisi sebagai “Mentri perhubungan” menjadi pemandu Kami. Aku, yang tadi dengerin Sabro di damprat Sapri, hanya berjalan di belakang mereka berdua, sambil diem-diem ngeluarin Singkong rebus bekel Aku tadi pagi. Tentunya, sambil nyalain rokok lagi. Tapi kali ini Sapri ngga komplain.

Entah karena suara ‘kecipak’ Mulut Ku mengunyah Singkong rebus atau apa, Mereka berdua menengok ke belakang, ke arah Ku. “Asem eh, makan Singkong koq ya ngga ajak-ajak Kang,”kata Sapri sementara tangan Sabro langsung menyambar ‘kover’ singkong rebus Ku.”Lha, tas bekel makan Mu mana, Bro? Koq ngga keliatan?”tanya Ku yang baru ‘dong’ kalau ternyata Sabro ngga lagi ‘nggandong’ Tas. “Asem eh, Iyo yo? Weleh deleh… Djangkrik tenan Angkot ki… Bawa kabur bekel Ku. Gara-gara Kamu ini Pri. Ngomel mulu di dalam Angkot,” Aku dan Sapri yang ngeliat muka Sabro kebingungan sambil nyumpahin supir angkot hanya bisa ketawa ngakak…

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun