Ketika menjelang pemilu atau pilkada mungkin kita sering mendengarkan slogan keramat para kandidat yang berbunyi “Vox Populi Vox Dei” yang artinya suara rakyat adalah suara tuhan. Slogan ini selalu disampaikan pada setiap kampanye dimanapun mereka berada dalam menebar janji agar mereka dipilih nantinya. Para kandidat kepala daerah atau wakil rakyat berkampanye dengan gayanya meyakinkan rakyat bahwa mereka seolah-olah diutus dan mewakili tuhan untuk mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat
Kalau dahulu mungkin saja saya percaya dengan slogan ini. Tapi sekarang saya agak meragukannya. Bagaimana mungkin dapat dikatakan suara rakyat adalah suara tuhan, sedangkan yang paling kencang bersuara adalah orang-orang yang mempunyai uang dan kekuasaan yang jumlahnya minoritas, sedangkan rakyat kecil yg jumlahnya mayoritas telah terbungkam suaranya dengan kenaikan harga sembako, semakin mahalnya biaya pendidikan, kenaikan TDL, termasuk juga oleh ledakan tabung gas 3 kg. Hasilnya dapat kita lihat dalam beberapa Pilkada belakangan ini di Indonesia banyak dimenangkan oleh kaum golput. Mereka yang tidak memilih atau golput ini kebanyakan sudah muak dan capek dengan janji-janji politik yang tidak terbukti pada Pemilu & Pilpres tahun lalu.
Saya pun makin tidak percaya dengan slogan ini, jika yang bersuara itu mayoritas politikus busuk, mafia, koruptor, orang munafik, penipu, penjahat kelamin. Tentunya tuhan akan merasa tersinggung jika suaranya disamakan dengan mereka-mereka ini. Bisa jadi tuhan tersinggung dan menurunkan musibah dan bencana sebagaimana yang banyak terjadi di Indonesia. Mana bisa para penjahat menyamai suara Tuhan, mustahil kan
Lalu rakyat mana yang dianggap mereka sebagai perwakilan suara Tuhan? Apakah rakyat yang bisa mereka beli dengan amplop, beras, mie instant atau sogokan-sogokan lain menjelang hari pemilihan? Rakyat dengan kategori seperti ini bagi saya mereka hanyalah sekumpulan keledai yang selalu didorong-dorong dan ditarik-tarik mengikuti kemauan tuannya. Kadang keledai hanya bisa melengking memprotes perlakuan tuannya, sebagaimana rakyat yang menyesal telah keliru memilih pemimpin yang akhirnya menyengsarakannya. Tapi memang dasar keledai yang selalu mengulangi kesalahannya terperosok masuk ke lobang yang sama untuk kedua kalinya. Kalau rakyat bermental keledai maka susah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, karena mereka akan selalu mengulangi kesalahan sama untuk kedua kalinya. Jika tiada perubahan ke arah yang lebih baik, maka lebih baik slogannya kita ganti saja menjadi “VOX POPULI VOX KELEDAI”, suara rakyat adalah suara keledai.