Anda pernah merayu kekasih, pasangan, atau orang yang anda sayangi? Atau dirayu seseorang? Mungkin pernah atau sering kali ya. Kalau saya di Malaysia lain lagi ceritanya, saya disuruh merayu pimpinan program pascasarjana di kampus saya. Tentu saja saya bingung, apakah perlu pakai rayuan gombal seperti yang dilakukan oleh pasangan muda mudi di Indonesia? Begini ceritanya, ketika saya baru mendaftar di kampus ada pengumuman bahwa mahasiswa yang membuat tesis dalam bahasa Inggris dikenakan biaya kursus bahasa Inggris sebesar RM.1.500,-. Tapi bagi yang menulis dengan bahasa Melayu atau Arab dibebaskan dari biaya itu asalkan
merayu pimpinan Pusat Pengajian Siswazah (kalau di Indonesia namanya program pascasarjana). Tentu saja saya bingung, sebab menurut pemahaman saya yang bukan pakar bahasa ini di Indonesia
merayu itu adalah perbuatan membujuk yang dilakukan seseorang terhadap pasangannya atau lawan jenis. Kebetulan pimpinan lembaga itu adalah lelaki, saya pun jadi mual bercampur geli. "Ihhh, gua disuruh
merayu sesama lelaki, emang gua cowok apa'an, masak jeruk makan jeruk" kata saya dalam hati. Dengan rasa penasaran saya pun bertanya kepada kawan yang lebih senior tentang bagaimana cara
merayu pimpinan program pascasarjana tadi. Kata teman saya, "Ya, kamu buat surat lah." Lho, kok pakai surat? Surat cinta ya? Saya pun makin bertambah heran. Akhirnya teman saya menjelaskan bahwa
merayu di Malaysia kalau di Indonesia sama dengan membuat permohonan, jadi saya harus buat surat permohonan lah. Oooh... gitu ya. Hampir saja saya salah paham. Jadi kesimpulannya kalau menemukan perbedaan bahasa yang dapat menimbulkan kesalahpahaman jangan langsung mengambil kesimpulan sendiri, sebaiknya minta saran dan pendapat kawan-kawan atau orang yang berpengalaman. Ingat, kesalahpahaman seringkali menimbulkan konflik. Salam Kompasiana
KEMBALI KE ARTIKEL