Setelah membaca tulisan salah seorang kompasianer dari Malaysia yang bernama Encik Nazri Yahya, saya tertarik berbagi pengalaman & cerita mengenai beberapa kata dalam bahasa Indonesia dan Malaysia. Walaupun banyak perkataan yang sama dalam bahasa Indonesia dan Malaysia, namun ada juga beberapa kata sama yang mempunyai makna berbeda di kedua negara. Kalau kesalahpahaman dalam penyampaian kata itu menimbulkan hal yang lucu mungkin tidak masalah, tapi bila jadi kesalahan kata itu menimbulkan kemarahan orang lain, wah bisa kacau urusannya nih. Ini yang banyak terjadi dalam forum diskusi internet yang melibatkan warga kedua negara. Tulisan ini hanya sebahagian kecil dari pengalaman saya, kalau ada yang kurang mungkin bisa ditambahkan lagi. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Ada satu cerita yang berkembang turun-temurun dari kawan-kawan mahasiswa Indonesia yang belajar di Universitas Kebangsaan Malaysia mengenai kata “awak”. Dalam bahasa Melayu Malaysia perkataan “awak” bermakna kamu, sedangkan menurut orang Medan dan Padang perkataan “awak” berarti saya. Alkisah pada suatu hari ada seorang mahasiswa dari Padang yang tersesat dan melanggar aturan lalu lintas di daerah Kajang, Selangor. Mahasiswa itu kemudian distop oleh polisi dan ditanyai. Kemudian mahasiswa itu menjawab, “Awak baru di sini ncik.”. Kalau mahasiswa ini menjawab dengan nada seperti bertanya mungkin dia bisa kena denda dua kali lipat, pertama karena melanggar lalu lintas, kedua karena menghina polisi. Paham kan maksud saya?, hehehe...
Berdasarkan pengamatan saya dari pertemanan dengan beberapa orang warganegara Malaysia, nampak bahwa antara bahasa Melayu Malaysia dan Indonesia masing-masing dipengaruhi unsur satu bahasa penjajah dan satu daerah yang dominan. Bahasa Indonesia banyak dipengaruhi unsur bahasa Belanda dan Jawa, sedangkan bahasa Malaysia banyak dipengaruhi unsur bahasa Inggris dan Minang. Kalau pengaruh dalam bahasa Indonesia mungkin tidak perlu saya contohkan lagi, anda semua pasti sudah banyak yang tahu. Begitu juga dengan bahasa Inggris yang telah dimelayukan, misalnya yang berakhiran “ion” dalam bahasa Inggris diganti dengan “syen” misalnya, stesyen=station, tusyen=tuition, televisyen=television, dan banyak yang lainnya lagi. Kalau bahasa Minang contohnya, picit=pencet, cirit birit=mencret, selesa(saleso dlm bhs Minang)=nyaman, dan banyak lagi yang lainnya.
Perkataan umum dalam bahasa Malaysia yang dianggap berkonotasi negatif di Indonesia contohnya “seronok” dan “tunjuk belang”. Kalau ada kawan dari Malaysia mengajak “berseronok” maksudnya dia mau mengajak bersenang-senang, jangan pula anda bayangkan kawan tersebut mengajak berbuat yang kurang sopan. Kalau perkataan “tunjuk belang” identik dengan harimau yang menunjukkan taringnya atau istilah lainnya unjuk gigi kalau kita tafsirkan ke dalam bahasa Indonesia. Walaupun bagi orang Indonesia kata “belang” itu kadangkala berkonotasi negatif yaitu kesalahan yang disembunyikan, atau lagi perkataan “lelaki hidung belang” yang juga identik.
Sedangkan perkataan umum dalam bahasa Indonesia yang dianggap negatif di Malaysia contohnya kata “gampang” dan “butuh”. Kata “gampang” di Malaysia identik dengan anak haram (anak gampang), sedangkan kata “butuh” identik dengan alat kemaluan lelaki. Satu cerita menarik lagi dari Malaysia, jika anda seorang lelaki yang mau tandatangan di suatu tempat yang tidak ada mejanya jangan pernah sekali-kali minta menulis tanda tangan di punggung seorang perempuan. Anda bisa dilaporkan ke polisi, atau setidak-tidaknya dimaki atau digampar. Sebab perkataan “punggung” dalam bahasa Melayu sama dengan pantat, hehehe.....