Selama bertahun-tahun, ambang batas 20% yang mengharuskan partai politik atau koalisi untuk menguasai setidaknya 20% kursi di Majelis Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25% suara rakyat pada pemilihan sebelumnya untuk mencalonkan seorang calon presiden telah menjadi ciri khas pemilihan umum Indonesia. Ambang batas ini sering dikritik karena membatasi peluang kandidat dan mengkonsolidasikan kekuasaan di antara partai-partai yang sudah mapan. Keputusan MK untuk membatalkannya kini telah membuka Kotak Pandora berbagai kemungkinan.
Dampak paling langsung akan terasa dalam pemilihan presiden 2029 mendatang.
Peningkatan Jumlah Kandidat: Penghapusan ambang batas secara drastis menurunkan hambatan untuk masuk. Partai-partai yang lebih kecil, dan bahkan calon independen yang potensial, kini diberdayakan untuk mengajukan kandidat mereka sendiri. Hal ini dapat menghasilkan kandidat pesaing yang jauh lebih beragam, yang berpotensi mengganggu dominasi pemain besar yang biasa.
Pergeseran Aliansi Kebutuhan untuk membentuk koalisi yang besar dan sulit untuk memenuhi ambang batas 20% kini telah hilang. Partai-partai berpotensi dapat menjalin kemitraan yang lebih strategis dan selaras secara ideologis, daripada sekadar bergabung karena kebutuhan. Hal ini dapat mengakibatkan terciptanya blok dan aliansi politik baru.