Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Mengenal Tokoh Jurnalis Kita: Goenawan Mohamad

27 Oktober 2013   09:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:59 969 0
Goenawan Mohamad
Judul di atas bukan sekedar judul yang tak berdasar, karena saya menuliskannya dengan dua alasan. Alasan pertama, Goenawan Mohamad berasal dari daerah yang sama dengan tempat lahir saya. Kedua, saya menulis paper ini sebagai syarat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah profesi jurnalistik yang sedang saya tempuh. Akan tetapi tulisan ini bukan sepenuhnya murni tulisan saya, saya hanya mengambil dan sedikit merubah kalimat dari tulisan asli yang bersumber di http://id.wikipedia.org/wiki/Goenawan_Mohammad. Untuk mengawalinya, saya akan menuliskan mengenai biodata beliau terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan kiprahnya dalam dunia jurnalistik.
Mendengar nama Goenawan Mohamad pastinya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Pria kelahiran Batang, 21 Juli 1941 ini mempunyai nama lengkap Goenawan Soesatyo Mohamad. Beliau adalah seorang sastrawan terkemuka dan tokoh jurnalis yang mendirikan Majalah Tempo. Pada masa mudanya, Goenawan dikenal sebagai seorang penyair. Dia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964. Hal ini yang akhirnya membuat Goenawan dilarang menulis di berbagai media umum. Ia mulai menulis sejak umur 17 tahun, dua tahun kemudian Goenawan menerjemahkan puisi penyair Amerika, Emily Dickinson. Menurut pengakuannya, sejak di kelas 6 SD, Goenawan sudah menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian kakaknya yang bekerja sebagai dokter, kebetulan berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B Jassin. Sehingga secara tidak langsung, kemampuan membaca dan apresiasi sastra Goenawan menjadi meningkat dan baik. Goenawan Mohamad pernah belajar psikologi di Universitas Indonesia, ilmu politik di Belgia, dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Saat ini Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra dan dikaruniai dua anak.
Kiprahnya di dunia jurnalistik berawal pada tahun 1971, ketika itu Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di majalah itu, ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritis dalam dirinya mengajak Goenawan untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu terkenal dengan rezim keotoriterannya, dan menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Sehingga Majalah Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah dan dihentikan kegiatan penerbitannya pada tahun 1994. Selanjutnya, Goenawan mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yaitu suatu wadah perkumpulan jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institusi Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. Setelah Soeharto diturunkan pada tahun 1998, Majalah Tempo kembali terbit. Berbagai perubahan dilakukan diantaranya adalah perubahan jumlah halaman dan perluasan usaha dengan menerbitkan surat kabar harian bernama Koran Tempo. Setelah terbit beberapa tahun, Koran Tempo menuai masalah. Pertengahan bulan Mei 2004, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Goenawan Mohammad dan Koran Tempo untuk meminta maaf kepada Tommy Winata. Hal ini disebabkan oleh pernyataan Goenawan Mohammad pada tanggal 12-13 Maret 2003 yang dianggap telah melakukan pencemaran nama baik terhadap bos Artha Graha. Setelah jadi pemimpin redaksi majalah Tempo selama dua periode (1971-1993 dan 1998-1999), akhirnya Goenawan Mohamad praktis berhenti sebagai wartawan.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Goenawan_Mohammad

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun