Setiap hujan seperti ini, aku selalu teringat ibu. Aku paham betul kalimatnya setiap kali meminta agar kandang kerbau terkunci, “Itu untuk nikahan
daengmu (kakakmu) suatu hari nanti, Kimbo.” Setelah melontarkan kalimat itu, aku lalu bergerak ke kandang kerbau belakang rumah, memayungi kepala dengan tempayang dan menerangi anak tangga belakang rumah dengan lampu teplok. Sebelum menuju tempat tidur, aku selalu memastikan agar keempat kerbau itu di tempatnya. Aman di dalam kandang itu. Aku tak pernah lengah, sampai hari ini pun. Kalaupun aku mengendus malam-malam di balik gemuruh hujan untuk memastikan kondisi kandang kerbau itu, bukan berarti sore tadi aku lengah. Tidak sama sekali, aku hanya melakukan perintah Ibu.
KEMBALI KE ARTIKEL