Nyatanya, Reni dan Asep mengurus empat orang anak dengan susah payah, lantaran Asep di PHK oleh tempat kerjanya. Reni. Hanya Ibu rumah tangga yang mengurus segala pekerjaan domestik termasuk mengurus anak. Kini Asep bekerja sebagai buruh lepas di sebuah bengkel las. Katanya kerja hanya ada panggilan dari bos saja.
Asep dan RIna adalah pasangan muda, usia Asep kini 40 tahun, sedangkan Reni 34 tahun, mereka terpaut 6 tahun lebih muda Reni. Di Usia pernikahan yang ke 11 tahun pasangan ini sudah mempunyai 4 buah hati, semuanya berjenis kelamin laki-laki. Asep mempercayai ucapan nenek moyangnya, banyak anak banyak rezeki.
Ia mengenang masa remaja bermain dan berkumpul dengan saudara lainya, Asep anak 6 dari 10 saudara, masa remajanya ia begitu bahagia seperti 10 saudara lainnya, nyaris kehidupannya berlimpah lantaran neneknya adalah saudagar kapal yang sangat dihormati di tempat ia tinggal. Kedua orang tuanya membantu memenejerial usaha neneknya yang akan menjadi pewaris tunggal.
"waktu saya remaja, saya pengen A dalam hitungan jam langsung ada, mungkin tidak sampai jam-jaman, mungkin menit". tutur Asep mengenang masa remajanya.
Kehadiran Asep dengan 10 saudara lainnya adalah pelipur lara neneknya, ia mendambakan ingin mempunyai banyak anak, tapi keinginan manusia tak sesuai kehendak penciptanya. 46 tahun pernikahannya hanya dikaruniai satu orang anak perempuan. Keinginannya mempunyai keturunan yang banyak tak pupus, ia lontarkan kepada anak perempuannya sejak ia vonis oleh dokter untuk mengangkat rahimnya karena cancer bersarang di tempat itu.
layaknya pohon Apel yang berbuah lebat namun sayang tidak ada yang memakannya, jika pun ada buah apel habis oleh makhluk lain. Perumpamaan itu yang ada di benak pikiran dari ibu yang mempunyai satu anak ini. Harta yang berlimpah tapi tidak ada orang yang menikmatinya.
Anaknya mengiyakan keinginan orang tuanya, Ini seperti wasiat atau syarat agar semua kekayaannya kelak akan ia miliki sebagai pewaris tunggal. Sebut saja Wanda.
Wanda adalah seorang anak perempuan yang baik dimata ibunya, kebaikan Wanda diakui oleh para kolega bisnis, sahabat maupun tetangga yang bekerja dengan ibunya. Meski kekayaan ibunya melimpah wanda tidak menggunakan kekayaan ibunya itu untuk poya-poya atau menggunakn baju yang mahal. Ia dikenal sederhana.
Wanda memutuskan menikah saat ia menginjak semester 2 dibangku Perguruan Tinggi swasta dengan kaka kelasnya. keinginan orang tuanya terbayang-bayang hidupnya. Keinginan orang tuanya selalu dibicarakan saat momen-momen bersama.
"saya dengan sepuluh saudara lainnya itu seperti anak tangga.". Ujar Asep sambil melontarkan senyuman saat ia mengenang masa anak-anak.
Naas, Sepandai-pandainya Tupai melompat pasti akan jatuh juga, Usaha warisan yang diteruskan Wanda, ibunya Asep bak ditelan bumi, hitungan detik lenyap. saat Tsunami melanda di tempat ia tinggal perahu-perahu yang dimilikinya berhamburan, rusak berkeping-keping disapu ganasnya Tsunami. Begitupun bapaknya Asep sampai sekarang tidak tahu keberadaannya. Hartanya hanya tersisa berupa tanah tak produktif di bibir pantai.
Wanda menjadi singel parent, mengurusi sepuluh anaknya, tidak ada penghasilan lagi, perlahan harta warisan dijual perlahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Begitupun Asep dulu bak Raja, kini seperti budak yang mengais rezeki untuk membantu ibunya mengumpulkan barang rosok di bibir pantai bersama-sama 5 adik lainnya, Sedangkan 4 saudara tua lainnya ikut berlayar mencari ikan bersama kolega neneknya dulu.
Kini Asep mempunyai empat orang anak dari pasanganya Reni. Usia anak-anaknya tidak jauh seperti dengan adik-adiknya asep masa anak-anak. empat anaknya seperti anak tangga. Pekerjaan yang tidak menentu membuatnya stres, Badanya tak sekekar dulu, akibat terlalu berat beban yang topangnya tubuhnya semakin kurus, Penghasilan Rerni tak sebarapa sejak Asep di PHK dari tempat kerja Reni turun tangan mencari pekerjaan sambil mengasung anak balitanya. Sebagai buruh cuci ia bekerja, penghasilannya jauh dari cukup untuk memenuhi 7 anggota keluarga yang ada di rumahnya.
Cicilan rumah, token listrik, gas, dan kuota internet menambah daftar kebutuhan keluarga Asep. Mertuanya yang sudah renta tidak berpangku tangan ia membantunya dengan mencari barang bekas sekitaran tempat ia tinggal.
"gimana lagi, kita masih perlu hidup, menghidupi anak-anak". ujarnya sambil menelan ludah. Ia percaya anak-anaknya membawa rezeki masing-masing.