The rulling party PDIP tentu saja tidak ingin kehilangan kendali terhadap kekuasaan. Karena kekuasaan itu manis lebih manis dari gula, maka berbagai upaya untuk tetap berkuasa dilakukan.
Ada dua kunci di PDI, yaitu presiden' Jokowi dan Megawati. Meskipun Megawati selalu menyebut Jokowi dengan petugas partai, keberhasilan PDIP menjadi mayoritas parlemen tidak lepas dari kehebatan figur Jokowi.
Persoalannya kemana arah restu Jokowi dan Megawati ini akan diberikan. Tentunya masih menjadi tanda tanya besar. Indikasi Megawati lebih terbaca dengan massifnya sosialisasi Puan Maharani, ketua DPR RI dan putri mahkota PDIP. Meski demikian, keputusan final masih jauh.
Kemudian bagaimana dengan Jokowi, apakah akan bertentangan pilihannya dengan Megawati? Rasanya Jokowi tidak akan berani keluar dari PDIP. Alasannya sederhana saja, menjaga peluang anak dan mantunya untuk menjadi gubernur Jateng dan Sumut. Atau bahkan peluang anaknya maju capres kemudian hari.
Jokowi tampaknya akan menjadi king maker dalam penentuan siapa capres yang maju. Sejak awal dengan merapatnya Prabowo dan Sandiaga Uno ke kabinetnya, menyimpan sekenario besar. Prabowo bisa menjadi opsi yang didukung oleh Jokowi sebagi next presiden.
Kedekatan Jokowi dengan Ganjar Pranowo sulit secara politik melahirkan dukungan. Ganjar menggunakan strategi yang sama dengan Jokowi dalam konsolidasi opini dan pergerakan relawan.
Tapi ada satu hal yang menjadi batu sandungan. Kondisi Ganjar dan Jokowi dulu sangat berbeda. Megawati sulit maju, dan tidak ada kemungkinan mencalonkannya anaknya untuk maju Pulu.
Lain halnya dengan kondisi saat ini dimana Puan Maharani sudah dianggap matang dengan pengalamannya menjadi Menko dan ketua DPR RI. Sulit untuk dapatkan momen seperti saat ini, dan bisa dikatakan adalah momen emas bagi puan yang belum tentu datang lagi.
Karena itu sulit bagi kader PDIP seperti Ganjar Pranowo untuk mendapatkan dukungan partai politik di internal PDIP. Tinggal bagaimana keputusan Ganjar Pranowo sendiri, apakah berani keluar partai atau momentum dia sendiri hilang untuk menjadi Presiden Indonesia tahun 2024.
King Maker Jokowi
Saya yakin Jokowi berkepentingan terhadap siapa penerusnya. Kalau salah langkah saja, apa yang terjadi pada Jokowi akan sama dengan SBY. SBY menjadi sasaran tembak pasca lengser, bahkan partai demokat pun di cabik-cabik oleh mantan anak buah SBY.
Apalagi Jokowi punya legasi ibu kota baru di Kalimantan timur. Tentu tidak ingin keputusannya tersebut tidak berlanjut seperti rencana pemindahan ibu kota di era presiden  Soekarno dan Soeharto.
Kekuatan Jokowi untuk menjadi King maker adalah dengan dukungan terhadap kandidat yang akan maju dan memenangkan kontestasi. Jokowi pun dapat menentukan penantang bonekanya dengan kekuatan cengkraman partai saat ini.
Ketua Golkar, PKB, misalnya mereka akan tetap maju sebagai calon Presiden. Tapi popularitas kedua ketua umum partai tersebut jauh dibawah ketua umum partai Gerindra saat ini. Dengan mengabaikan Ganjar Pranowo ataupun Ridwan Kamil, yang saat ini real punya kursi dan dukungan tentu saja Ketum partai.
Partai Nasdem, PPP, Golkar, PAN masih dalam genggaman Jokowi. Para ketua umum partai koalisi kemungkinan besar maju dengan seizin atau restu Jokowi. Dengan demikian masuk ke dalam skenario utak-atik Jokowi nantinya.
Adapun partai oposisi Demokrat dan PKS harus solid untuk bisa memberikan perlawanan. Kedua partai ini terus digembosi persoalan internalnya yang dapat mengganggu kinerja suksesi Pemilu.
Pada akhirnya masyarakat akan dihadapkan pada pilihan yang buruk diantara yang terburuk. Sehingga ujungnya kandidat yang didukung oleh penguasa saat ini yang lebih besar peluang menangnya.
Skenario tersebut tentunnya bisa jadi kenyataan. Tinggal bagaimana masyarakatnya sendiri, apakah skenario rakyat atau penguasa yang akan jadi pemenang. Wallohu a'lam bissowab.
Abdul Holik, MA