Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menelisik Bunga Teratai

12 Desember 2022   08:19 Diperbarui: 14 Desember 2022   09:17 407 1

Tak pernah beburu pengakuan, tak pernah berburu pujian. Hadirnya dengan keindahan itu tanpa bujukan.

Begitulah seharusnya agama mengembangkan ajarannya. Dalam Islam hal ini dikaitkan dengan sebuah sebutan qudwah, sebuah perilaku postif yang menjadikan orang lain mengikuti hal positifnya itu tanpa ada ajakan, bujukan, rayuan apalagi paksaan.

Dalam ilmu pedagogie, qudwah atau sebuatan dalam ilmu Pendidikan ini disebut dengan panutan itu disebut-sebut sebagai metode Pendidikan yang paling ampuh dalam mengajarkan sesuatu. Karena dengan metode itu, seorang anak didik mampu melakukan apapun yang dilhat gurunya tanpa disuruh.

Manusia pun seharusnya seperti itu. Tak harus melambai-lambaikan diri untuk bisa mendapatkan pujian, sanjungan dari orang disekitarnya. Karena seperti yang dikatakan oleh orang bijak, bahwa "orang akan tahu siapa kita tanpa perlu memberitahukan siapa kita".

Seorang motivator yang vocal dalam memotivasi orang lain seringkali menghadirkan analogi yang pada dasarnya sama dengan BUNGA TERATAI itu. Jam dinding, menjadi analogi yang seringkali dihadirkan seorang motivator untuk memotivasi audiens nya. Agar mampu menjadikan dirinya terus konsisten dalam melakukan sesuatu tanpa ada atau tidaknya respons dari orang yang melihat dirinya. Seperti halnya jam dinding yang terus bergerak memutarkan jarum jam nya, tanpa memikirkan orang lain melihat atau tidak dirinya itu.

Begitu juga dengan Buddha. Di Indonesia ini, Buddha lah yang paling tidak vokal mengajak orang untuk meliriknya. Sebab, Buddha tidak pernah berangkat dari sebuah ajaran agama atau titah langit, ia adalah pencerahan batin yang dicapai Siddharta Gautama setelah meditasi di bawah pohon Bodhi. Sementara agama biasanya sarat doktrin dan dogma, yang tak jarang menggunakan konsep surga-neraka sebagai tali kekang perilaku umatnya; sebenarnya Buddha lebih tepat disebut sebagai dhamma atau "jalan hidup".

Sebagai jalan hidup, Buddhisme menawarkan beragam kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang tak memaksa, kebijaksanaan yang bahkan tak pernah melabeli dirinya sendiri "bijaksana", kebijaksanaan yang hadir seperti teratai di tengah kolam -- tak menggapai-gapai sebuah pengakuan.

Siddharta Gautama menjelaskan bahwa tujuan hidup manusia adalah menghindari penderitaan dan mencari kebahagiaan. Bukankah ini adalah muara dari semua yang kita lakukan?

Kita belajar karena kebodohan menyebabkan penderitaan, kita bekerja karena lapar tidak lebih menyenangkan daripada kenyang, semua tindakan kita bermuara pada: mengejar bahagia dan menghindari derita.

Segala yang kita lakukan sejalan dengan prinsip Buddha, walaupun kita tidak tahu nama resmi prinsipnya. Walaupun kita tidak pernah sekalipun berkenalan, tak tahu apa-apa soal konsepnya.

Karena Buddha sebenarnya "bukan" agama, Buddha adalah refleksi dari apa yang kita jalani sehari-hari. Ia adalah filosofi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun