Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Artikel Utama

Jeritan Kaum Pinggiran

11 Mei 2015   23:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:09 35 0
Di sudut sepi hingar bingar suara kendaraan

Di gelapnya gemerlap cahaya kelap-kelip mempesona

Di peneduh sederhana gedung pencakar langit kota

Di lingkungan kumuh dan sarang penyakit berbahaya

Dia menangis di dalam senyum anak-anak keturunannya

Menjerit di antara suratan takdir Tuhan atas kemalangannya

Sungguh ironi negeri ini,

Negeri dengan sejuta kontradiksi

Kemiskinan di antara kaum borjuis yang melenggang

Kebodohan di antara gedung-gedung mewah pendidikan

Ketidakadilan di antara kemunculan banyaknya ahli hukum negara

Penindasan di antara digembar-gemborkannya asas suci demokrasi

Kaum pinggiran di sudut sepi peradaban

Menjerit … namun seakan bisu dan kelu

Hanya bisa pasrah dengan melangkah lunglai mempertahankan hidup

Memulung, mengemis, demi sesuap nasi

Sungguh … lebih mulia daripada tikus-tikus berdasi pendosa demokrasi

Tuhan melalui kesaktiannya kelak akan membakar mereka dengan panasnya api neraka

Bila manusia hanya bermain-main dengan kekuasaan dunianya

Ahh … Tuhan, mungkin Engkau terlalu sibuk untuk memikirkan mereka

Saatnya para mahasiswa, bangun dari tidur pulasnya

Merengkuh tangan-tangan rapuh mereka

Menjemput jeritan kaum-kaum kelas bawah yang terkucil dan termarginalkan

Memberi angin segar dan memperjuangkan hak-hak mereka

Berjuang di tengah teriknya matahari dan pentungan aparat negara

Demi tegaknya keadilan dan persamaan derajat manusia

Memanusiakan manusia dengan hak hidup dan penghidupan

Mungkin … sedikit mampu berandil untuk merubah takdir Tuhan tentang kemalangan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun