Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Ah… Apa Benar Nggak Pake SIHIR?

1 September 2011   19:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18 465 0
Bukan sekali saja, orang yang tak percaya atau minimal meragukan keterangan saya bahwa beberapa keterampilan yang saya ajarkan, seperti sulap, debus dan hypnosis adalah ilmu biasa atau alamiah. Banyak yang menyangka bahwa dibalik ‘kehebatan’ output pelatihan saya, diperoleh melalui ilmu mistik atau sihir. Hal ini wajar, lantaran ketidak tahuan mereka tentang metode-metode khusus yang saya gunakan. Dan saya sangat maklum sekali akan ketidak percayaan mereka ini. Jangankan kalangan yang sangat awam akan ilmu-ilmu itu, beberapa rekan magician (pesulap) dan ahli hypnosis sekalipun masih ada yang ‘terkaget-kaget’ dengan metode saya dalam memainkan keterampilan hypnosis, sulap dan debus. Saya tidak mengklaim bahwa metode saya lebih hebat dari orang lain, namun paling tidak meski saya tak sehebat orang lain,  rupanya ada juga beberapa keahlian saya yang belum mereka kuasai. Namun terkadang reaksi kalangan yang tak percaya ini lumayan menjengkelkan juga, meski tak sampai membuat sakit hati. Jujur… Saya tidak marah apalagi benci dengan mereka. Saya hanya sedikit geregetan melihat begitu bernafsunya mereka untuk ‘membenarkan’ persangkaannya bahwa saya menggunakan bantuan Jin dan Mahluk halus lainnya (alias pake sihir). Hal ini semata-mata karena dianggap apa yang saya ‘miliki’ tak masuk dalam akal mereka. “Masak sih bisa menidurkan orang, atau bisa membuat orang lupa dengan namanya sendiri hanya dalam waktu 15 menit kalau tanpa mistik/sihir?” Semacam itulah kira-kira ungkapan ketidak percayaan mereka. “Mana mungkin bisa, kulit kita yang tipis ini kok nggak terluka oleh hamparan beling yang tajam… ah, pasti ada bantuan mahluk halusnya,” atau mungkin seperti itu lah komentar yang disampaikan. Soal menghipnotis orang misalkan. Jika saja mereka tahu bahwa saya bisa mengajarkan tehnik menghipnotis hanya dalam hitungan detik… Wah bisa lebih tidak percaya lagi tuh… Terus terang, bagi saya 15 menit itu justeru waktu yang terlalu lama jika hanya untuk menghipnotis orang. Teman-teman yang masih pemula atau baru belajar hypnosis saja bisa melakukan induksi (menidurkan orang) kurang dari 2 menit… Sungguh. Demikian pula soal atraksi ekstrim seperti berbaring di atas beling…. Jangankan sekedar berbaring, menghempaskan tubuh dan bermandikan beling sekalipun terlampau sering saya lakukan. Murid saya yang baru belajar beberapa jam sekalipun dapat dengan mudah melakukannya asal mereka mengikuti instruksi saya dengan benar. Dan yang terpenting lagi ditegaskan bahwa semua itu murni alamiah serta tanpa menggunakan bantuan mahluk ghaib sebangsa jin dan syaithan. Okey… kalo ini hal-hal yang rada ‘berbau’ ajaib atau yang fenomenanya seolah mistik. Saya ingin mengambil contoh yang lebih bersifat fisik dan kemungkinannya sangat kecil untuk dipercaya sebagai fenomena magis. Tehnik bermain senjata cakuy atau ruyung  misalkan. Saya tak tahu apa istilah (penyebutan versi anda). Itu loh, senjata dobel stik yang biasa digunakan oleh Bruce Lee…. Tentu anda ingat? Ya… Mungkin ada diantara anda yang telah belajar memainkan senjata tersebut bertahun-tahun namun belum mahir juga? Jangankan memutar dengan cepat senjata tersebut bahkan mungkin malah sudah puluhan benjol  yang anda cetak di kepala atau anggota tubuh lainnya…hayo????  Yah, mungkin banyak juga yang lihai memainkannya, namun saya menemukan lebih banyak lagi orang yang kerepotan memainkan senjata unik tersebut. Nah, bukan bermaksud promosi… Alhamdulillah saya menemukan beberapa metode sederhana untuk melatih orang memainkan senjata tersebut. Insya Allah hanya dengan berlatih sehari, orang sudah bisa bermain senjata ruyung/cakuy/dobel stik dengan cepat dan indah. Ya, tentunya hasil latihan juga tergantung kesungguhan anda dalam berlatih megikuti tehnik saya. Jadi…. Sebenarnya banyak hal di dunia ini yang mungkin MUSTAHIL alias nggak masuk logika kita padahal biasa-biasa saja alias sangat logis bagi orang lain. Tak selayaknya kita menjadikan ‘otak’ kita untuk menilai kemampuan orang lain. Atau dengan bahasa sastrawinya: “jangan gunakan kepala kita untuk mengukur lebar topi orang lain,” Menjadikan diri kita sebagai ukuran kebenaran jelas menjadi sebuah bentuk kesombongan. Karena secara tidak langsung kita merasa bahwa kita adalah orang yang paling hebat. Seolah kita berkata: “Kalau saya saja tidak mampu mana mungkin orang lain bisa. Kalo ada yang bisa, pasti ada apa-apanya.” Nah, akhirnya berburuk sangkalah kita kepada orang lain kalo begini. Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari prasangka (buruk), sebab prasangka (buruk) adalah sedusta-dustanya perkataan.” (HR.Muttafaq Alaihi). Mungkin sebagian sahabat ada yang bertanya: “Kenapa anda tak jelaskan saja kepada mereka agar mereka percaya?” Ya, tentu saya akan dengan senang hati menjelaskan kepada orang yang tak percaya dengan saya. Namun masalahnya ada beberapa hal yang kadang tak singkron antara keinginan  saya menjelaskan  dengan sikap dan kondisi orang yang ‘membutuhkan’ penjelasan itu. Diantaranya, ada yang katanya kepingin tahu, namun begitu dijelaskan tetap ngotot dan tak percaya. Kalo sekedar tak percaya nggak masalah, namun sering diiringi dengan kalimat bernada menuduh, sehingga penjelasan saya yang suduah panjang lebar tak ada gunanya selain menghabisan waktu saya saja. Seolah ada Mental Block dalam diri mereka yang menghakangi mereka untuk menerima penjelasan orang lain. Mental Block itu sudah mengkotakkan pemahaman mereka pada keyakinan teguh yang dibentuk oleh input-input yang sangat diyakini kebenarannya meskipun awalnya hanyalah asumsi-asumsi yang tidak logis juga. Sayangnya kemudian asumsi ini dijadikan ukuran bagi logika mereka. Ada yang sudah apriori dengan saya lalu kemudian minta saya untuk meyakinkan dia. Tentu tak ada cara lain selain dengan mengajarinya.  Rasanya tak ada cara lain untuk pembuktikan bahwa saya benar-benar tak menggunakan ilmu sihr.  Tapi, kalo yang begini kan sangat nggak masuk akal sekali? Sudah mereka tak percaya dan berburuk sangka masak saya harus memberikan pelatihan gratis pula terhadap mereka. Sedangkan orang lain yang dari awal percaya dengan keterangan saya dan bermaksud belajar saja harus mengeluarkan sejumlah biaya. Nggak adil itu namanya. Ya… Nggak papalah memberikan pelajaran gratis biar mereka nanti bisa mengetahui yang sebenarnya dan tak menimbulkan fitnah…. Ow!!! Tidak bisa (gaya sule OVJ) saya tak punya kewajiban buat membuktikan apapun kepada mereka, karena dalam konteks tuduh-menuduh… merekalah yang seharusnya mendatangkan bukti bukan saya. Dari Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika semua orang dibiarkan menuduh semaunya, niscaya akan ada banyak orang yang menuduh harta suatu kaum dan darahnya. Oleh karenanya, haruslah seseorang yang menuduh itu menunjukkan bukti-buktinya dan yang menolak wajib untuk bersumpah.” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan yang lainnya, sebagiannya terdapat dalam kitab Shahih) Lagi pula hal itu (menawarkan penjelasan dan pembuktian) sudah pernah saya lakukan… Tapi apa hasilnya? Tetap saja sebagian orang tidak percaya dan ilmu yang saya ajarkan nggak dihargai sama sekali alias dianggap ilmu sepele. Padahal saya mempelajarinya berpuluh tahun. Beberapa metode ‘killer’ yang saya miliki kadang hasil penelitian yang panjang, bagaimana saya akan membiarkannya diperhinakannya dengan semena-mena? Akhirnya saya sampai pada sikap: “Yah, biarlah mereka menuduh apapun tentang diri saya. Toh tuduhan tak akan mengubah hakikat dari yang dituduh,” Kalaupun mereka tak mempercayai saya, saya tak butuh kepercayaan (pengakuan) mereka bahwa yang saya ajarkan bukan sihir atau mistik. Tuduhan ataupun hanya sekedar kecurigaan bahwa saya bermain-main dengan mahluk halus alias berbuat musyrik sedikitpun tidak merugikan saya dari segi agama selain nama baik saya tentu tercoreng jiaka tuduha itu mereka umumkan. Tapi bagi si penuduh ini jelas menjadi perkara serius. Dan semestinya merekalah yang harus berhati-hati untuk melakukannya. Apalagi ini buka hanya sekedar menyangkut kehormatan saya tapi juga vonis keimanan. Maka dalam hal ini saya berada pada posisi tawaquf (berdiam/bertahan) dengan keadaan saya dan tak berminat untuk bersusah payah (ngoyo) untuk membujuk-bujuk orang lain agar percaya kepada saya. Saya merasa bahwa kewajiban saya hanya memberikan penjelasan dengan jujur dan segamblang mungkin terutama bagi mereka yang meminta klarifikasi kepada saya. Penjelasan dan keterangan telah banyak saya sampaikan di berbagai kesempatan. Bahkan di website saya dan di brosur pelatihan saya selalu saya cantumkan. Adapun terhadap orang-orang yang bernafsu ingin memberi lebel negatif terhadap saya, dan mereka tetap tak percaya dengan penjelasan saya, saya tak akan membuktikan apa-apa. Saya persilahkan saja mereka dengan segudang angan-angan dan prasangka buruk mereka terhadap saya. Dan kalaupun toh kemudia mereka penasaran dan ingin memgikuti pelatihan saya… Saya persilahkan dengan senang hati. Yang penting mereka mengikuti ketentuan pelatihan yang saya tetapkan termasuk urusan  administrasi dengan membayar biaya pelatihan sebagaimana orang lain. Menutup catatan kecil ini saya ingin menyampaikan beberapa nash yang mungkin bisa menjadi bahan perenungan kita semua. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Mujaadilah: 11) Yang aku takuti terhadap umatku ada tiga perbuatan, yaitu kesalahan seorang ulama, hukum yang zalim, dan hawa nafsu yang diperturutkan. (HR. Asysyihaab) Barangsiapa dimintai fatwa sedang dia tidak mengerti maka dosanya adalah atas orang yang memberi fatwa. (HR. Ahmad) Wallahu a’lam …

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun