Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Di Mata Sang Sufi

23 November 2012   18:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:46 43 0
Al Kisah, seorang ulama sufi mendapati seorang pencuri wafat dalam keadaan mencuri di suatu rumah. Dengan penuh penghargaan sang sufi tersebut membacakan surah al-fatiha yang dihadiahkannya terhadap si mayit lalu berkata "sungguhlah mulia pencuri ini, pencuri ini telah melakukan tugasnya dengan baik, sangat berani sampai rela mengorbankan nyawanya".

Sang sufi juga kemudian melihat bagaimana sang pencuri tadi begitu hati-hati dalam melakukan tugasnya. Hingga dari sana dia gambil pelajaran bahwa orang yang paling teliti dalam kehidupan ini adalah seorang pencuri.  Kok bisa? Jawabanya, karena jauh-jauh hari, sang pencuri telah mengintai sang korban. Dan dengan timing yang baik sang pencuri melakukan aksinya. Dengan sangat jeli sangpencuri memasuki rumah korban pukul duabelaas saat sang pemilik rumah tidur dan harus keluar secepat mungkin. Kadang deadline tidak boleh lewat dari jam tiga. Sangat teliti dan sang sufi tidak melihat ketelitian itu ada pada dirinya. Seteliti itukah saya dalam menghabiskan waktuku demi sang pemilik waktu?

Dan juga terhadap satu orang pelacur yang kerjanya melayani berbagai tamu yang datang. Sang sufi dengan bangga menyanjung dan berkata kepada sang pelacur tersebut, betapa mulianya dirimu melayani semua yang datang terhadapmu tanpa membeda bedakan orang. Kau layani dengan sangat baik dan sopan serta tidak pernah menganggp satu orang rendah daripada yang lain, bahkan engkau posisikan dirimu sebagai orang yang tidak lebih baik dari mereka. Semua orang sama. Hanya Allah yang maha mulia dan tidak ada yang lebih mulia selainNYA.

Hal ini juga terajadi ketika sang sufi tadi melihat penjudi yang asyik dengan judiannya. Saking asyiknya, penjudi tadi lupa akan segala galanya. Lupa makan. Lupa tidur. Lupa mandi. Pokoknya lupa waktu dan lupa akan keluarganya yang ada di rumah. Dari sang penjudi tadi, sufi tersebut sangat kagum karena sang penjudi mengajarkan kepadanya bagaimana semestiya larut dalam kecintaannya terhadap ber-main judi hingga melupakan segala hingar-bingar yang ada di luar sana. Sang sufi melihat, kalau saja ia senantiasa bisa larut cinta terhadap Tuhannya seperti larunya sang penjudi dalam cinta terhadap pejudiannya.

Kecintaan yang sama juga ia dapatkan pada seroang pemabuk rela dengan sangat sangat tidak rasional minum minuman keras hanya untuk mengharapkan agar ia terlupa akan segala urusan duniawi dan mabuk kepayang. Mabuk kepayang ini dilihat oleh sufi tersebut sebagai suatu pelajaran bagaimana caranya agar saya bisa mabuk seperti halnya dengan sang pemabuk tadi. Mabuk kepayang karena over zikir kepada Allah swt....

Wal hasil, setiap perbuatan akan mengantarkan sang sufi untuk lebih dekat kepada sang pencipta. Meski dari suatu perbuatan yang keji sekalipun. Dalam setiap sudut yang ada di dunia ini ia melihat bahwa di sana ada cahaya tuhan yang bersemayam. Dalam gelap gulita kehidpan manusia ia mempercayai bahwa ada hal yang bermanfaat yang bisa kita petik agar tidak terlupa kepada sang pemberi nafas kehidupan.

Then, tentunya saya bukanlah seorang sufi yang bisa seperti dalam cerita. Dan tentunya juga ini bukanlah sebuah pembenaran akan berbagai bentuk perbuatan pencurian, pelacuran dan lain sebagainya sebagaimana contoh diatas. Ini hanyalah sebuah perspektif lain tentang bagaimana manusia itu sangatlah bisa menjadi sebuah perpustakaan yang memberikan banyak ruang baca dan telaah hidup. Bahkan dalam sisi keterpurukan atau hina bagi sebahagian orang, bisa menjadi jalan untuk mengenal Tuhan.

*Tulisan ini merupakan ringkasan dari celotehan lepas kajian filsafat tasawuf versi santri Sukorejo

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun