Ada karya Naguib Mahfoudz, Salman Rushdie, Idrus Shahab, Abdurrahman Syarqawi, dan yang terbaru adalah Tasaro GK. Dua novelis terakhir yang disebut cukup memperkaya khazanah intelektul atau kesusatraan Islam.
Tasaro GK dalam novelnya menyajikan dua cerita berbeda yang disatukan dalam satu masa; periode Muhammad saw. Yang pertama berkaitan dengan sejarah perjuangan Muhammad saw dan proses dakwah Islam di Makkah dan Madinah, Arab. Sedangkan kedua adalah menceritakan sosok Kashva yang mencari kebenaran tentang utusan Tuhan yang terakhir. Cerita pertama berdasarkan catatan sejarah Muhammad saw dan cerita kedua berdasarkan bacaan yang dihadirkan dalam bentuk imajinasi. Fakta dan fiksi inilah menjadi dua elemen dasar penulisan Tasaro GK sehingga novel terbarunya itu berbeda dari yang lainnya.
Dengan kata lain, Tasaro telah membuat “sejarah” yang didasarkan pada fakta dan imajinasi. Salahkah? Saya tidak tahu; apakah karya Tasaro ini dapat disebut historiografi atau hanya sekadar fiksi semata? Ahmad Mansur Suryanegara, penulis buku Api Sejarah, menjawab pertanyaan ini dalam sebuah obrolan, bahwa karya tersebut masih kategori fiksi. Sudah pasti, yang namanya fiksi pasti lebih besar unsur imajinasi atau pengayaan wacana ketimbang faktanya. Aspek kebenaran historisitasnya patut untuk diuji kembali berdasarkan studi kritis historis.
Menurut Tasaro, dalam sebuah obrolannya, bahwa novel “Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan” mencoba menyatukan dua versi sejarah Islam. Sirah Nabawiyah versi Sunni dan Syiah dalam novelnya disatukan. Jadi, ada yang mencomot dari sumber Syiah dan banyak pula dari Sunni. Kalau dibaca novelnya oleh yang ahli sejarah Islam, mungkin akan terlihat. Karena itu, sebelum baca novelnya lebih baik pelajari dahulu buku Sirah Nabawiyah.