Hingga ia tak mampu tertawa
Ketika sendiri dalam penantian
Penantian yang tak berujung
Ketika raga tak berarti
Ketika penantian menjadi hina
Ketika ketulusan menjadi budak
Saat itu pula aku ingin meludahi paras mu
Tak ada sepatah katapun pernah ku ucap
Bahkan sebatas sapaan pun tak pernah tersirat
Namun, mengapa sebenci itu kepadaku?
Mengapa?
Aku tak akan bertanya pada malam
Yang hanya diam menunggu kantuk datang
Aku pun tak akan bertanya pada senja
Yang hanya melambaikan perpisahan
Ku buatkan sajak untuk mu
Berkat kebencian mu
Sajak itu sampaikan kata yang tak sanggup terucap
Agar kau tahu siapa diri mu
Apalah daya
Aku hanyalah pemalu
Yang tak pernah menemui mu
Bahkan untuk sebatas menyapa
Aku ingin menyapa mu
Namun hanya sinis yang ku dapat
Tatapan dibalik kacamata
Yang berlapiskan dusta
Aku benci diri mu
Aku benci
Namun, akupun benar cinta pada mu
Tawa datang ketika teringat paras mu
Apa yang harus aku lakukan?
Apakah aku harus buatkan sajak yang lain?
Apakah semua itu tak cukup?
Apakah aku harus membiarkan waktu yang menjawabnya lagi?
14 - Mei 2015
(Aan Wahyu)