Usai magrib tiba, pekikan takbir mulai menggempita di langit kampus MTs-MA Matholi’ul Huda Troso yang menjadi pusat kegiatannya. Berbagai kreasi unik ditampilkan oleh sebanyak 23 kafilah perutusan dari sejumlah musholla di desa ini yang turut menyemarakkan perayaan hari besar Islam ini. Mulai dari miniatur masjid, kabah, hingga patung hewan kurban raksasa. Tidak ketinggalan pula lampu obor yang menjadi ciri khas acara yang rutin digelar tahunan ini.
“Tahun ini, peserta Takbir Keliling mencapai 23 kafilah. Ada kemajuan drastis dari tahun kemarin yang hanya 13 kafilah saja,” ujar Ahyaul Fatah, ketua IPNU Troso Selatan saat dihubungi MAMHTROSO.com. Jumlah yang sedemikian besar, kata Fatah, membuat panitia sempat kewalahan. Pasalnya, halaman madrasah yang awalnya diperkirakan mampu menampung seluruh peserta nyatanya tidak sesuai rencana. “Kami perkirakan tahun ini cuma tambah 3 sampai 4 kafilah saja, eh ternyata lebih banyak dari yang kami kira,” terang Fatah. Alhasil, sejumlah kafilah terpaksa meluber hingga di halaman rumah-rumah warga sekitar sekretariat. Hal itu pula yang menyebabkan pawai baru diberangkatkan pukul 20.30 WIB, sejam lebih akhir dari jadwal yang ditetapkan.
Sudah barang tentu, acara ini menyedot perhatian banyak warga desa Troso dan sekitarnya. Dari pengamatan MAMHTROSO, para penonton rela menunggu berjam-jam di tepian jalan raya hanya demi melihat arak-arakan melintas di depan mereka. Bahkan, beberapa warga juga terlihat mengabadikan momen langka tersebut dengan menggunakan alat perekam seadanya. “Ya menarik untuk difoto. Bisa buat kenang-kenangan. Kan tidak setiap hari ada, adanya cuma setiap tahun saja,” tutur Hamim, salah seorang warga yang turut mengabadikan acara tersebut. Menurut Hamim, perhelatan Takbir Keliling semacam ini sering ia ikuti. Dirinya bahkan kerap mengajak teman-temannya dari luar desa Troso untuk menyaksikan acara tersebut. “teman-teman kerja saya dari Rengging dan Ngabul sering saya sms untuk datang kemari,” ungkapnya.
Lebih Kreatif
Perhelatan Takbir Keliling tahun ini memunculkan banyak kreasi baru. Hal itu diakui oleh Budi Ismail, juri yang bertugas menilai kategori kreativitas. Menurutnya, hampir setiap kafilah mempersiapkan karnaval ini dengan cukup matang dan tidak asal-asalan. “Mungkin sebulan sebelumnya mereka sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari, sehingga hasilnya seperti yang kita lihat sekarang ini.” ungkapnya.
Dirinya bahkan mengaku sempat kesulitan dalam menentukan siapa yang bakal menang pada kategori yang dibidanginya itu. “Antara satu kafilah dengan kafilah lain memiliki tingkat kerumitan yang hampir sama. Jadinya saya sempat ragu kafilah mana yang bakal saya jadikan juaranya,” terangnya. Meski demikian, dirinya merasa tertolong dengan adanya subkriteria yang memudahkan penilainnya. “Setidaknya penilaian didasarkan pada keindahan identitas, manggar, serta properti lainnya, “ pungkasnya. (aaf)
NB: Tulisan ini juga dimuat di http://www.mamhtroso.com/madrasah/takbir-menggempita-di-desa-troso