Ini merupakan kisah nyata Ketika saya sedang berjalan hendak ke ATM center menyusuri lorong besar di sebuah mall terkenal di kawasan Jakarta Utara, mendadak kaget dan berhenti karena tiba-tiba seorang ibu muda memotong jalan persis di depan saya sambil menyeret anaknya (sekitar umur 3-4 tahun) yang sedang menangis, sambil sesekali berteriak  "mommy... mommy..." (makanya saya itu itu ibunya, tapi kurang tahu apakah itu ibu kandung atau ibu tiri). Saya hanya terdiam dan orang lain pun terdiam melihat tingkah ibu tersebut, dengan kasar ibu itu menggenggam keras salah satu tangan sang anak lalu menyeret ke sebuah tembok persis di depan ATM center tempat tujuan saya, dengan agak mendorong anak itu terhempas ke terbentur punggungnya ke tembok dengan tak berdaya, lalu si ibu menunjuk persis diantara kedua mata dan berkata keras dengan bahasa daerah (yang saya tak mengerti). Masih saya mematung terdiam sekitar 10 menit, sang ibu berbalik arah berjalan kembali ke temapatnya semula... ohhh... ternyata ke toko HP sedang memilih asesoris HP, disampingnya ada seorang pria duduk terdiam menemani dengan wajah datar, kosong, tak ada ekspresi, tak ada gerakan apapun hanya melihat prilaku si ibu lalu kembali asyik untuk melihat asesoris HP tersebut. Sang anak masih menangis merapat ke tembok, Ah, itu  keluarga orang lain (pikirku dalam hati), biarlah urusan itu sendiri, lalu saya melanjutkan jalan saya ke ATM center untuk melakukan transaksi sekitar 10 menit, Setelah selesai dengan aktifitas di ATM, saya pun melangkah keluar, sedikit kaget anak kecil itu masih merapat ke tembok terdiam membisu dan menoleh kanan kiri melihat orang lain lalu lalang, bahkan sempat ada orang lain yang berniat menolong (dikira anak hilang), anak itu hanya menunjuk posisi ibunya lalu orang itu membiarkannya. Sambil berlalu pun saya tetap berjalan, kepala saya msaih tertengok pada anak kecil itu, kaget saya dicolek oleh istri "ada apa sih Dad, nengoknya sampai begitu" lalu saya jawab "ya kasian anak itu ya mah..." "mungkin itu pola didikan dalam keluarganya Dad" sahut istri saya, "iya juga tapi tunggu karma 20-30 tahun kemudian setelah dewasa" penjelasanku. Semakin tertarik istri bertanya maka saya pun menjelaskan alasannya yaitu "karma yang berulang" dan saya akan berbagi pandangan kepada anda yang membaca, Begini, apapun gaya didikan keluarga itu adalah hak dari masing - masing keluarga, karena memang mempunyai aturan, prinsip lingkungan, nilai dan sebagainya. Namun yang perlu diperhatikan adalah efek balik dari gaya didikan itu, karena akan terus membekas dan bisa menjadi karakter anak hingga menjadi dewasa. Pembahasan yang saya berikan adalah gambaran secara alamiah (terlepas dari agama, norma, karena saya tak membahas itu) Pembahasan : Umur 2-7 tahun adalah momen emas anak untuk LAD (Learn, Absord, Doing) yaitu Belajar apapun yang dialami, menyerap informasi dan prilaku apapun,  dan melakukan hal yang telah diserapnya. karena anak kecil belum mempunyai filter etika dan logika seperti orang dewasa, yang akhirnya terus mengulangi dan masuk menetap dalam otak bawah sadar secara otomatis dan membentuk benih karakternya. Nah, untuk kejadian seperti diatas akan terjadi prediksi seperti ini setelah 20-30 tahun kemudian, ketika anak itu besar dan sukses, bisa mempunyai waktu serta otoritas sendiri, suatu ketika peristiwa itu terulang, misal sang anak sedang berbisnis serius lalu ibunya meminta sesuatu (entah itu apapun) bahkan dengan meminta, otak bawah sadarnya sang anak akan melakukan persis yang ibunya lakukan, coba perhatikan polanya : Pola awal Saat ibunya sedang asik belanja --> anak menangis --> ibumenjauhkan anaknya --> sang ibu asik belanja kembali. maka Pola berulang kertika sang anak 20-30 tahun kemudian. Saat anak sedang asik berbisnis --> ibu meminta sesuatu --> anakmenjauhkan diri dari ibunya (dengan alasan dan caranya sendiri) --> sang anak asik berbisnis kembali. Oke.... Inilah
CONTOH SEHARI-HARI dalam kehidupan dan pembahasannya....
KEMBALI KE ARTIKEL