Hasil pemilu legislatif yang jauh di bawah target PDIP (27 % ) membuat Jokowi sempat limbung beberapa saat. Keterpurukan Jokowi tidak berlangsung lama. Jokowi langsung tancap gas berpikir keras sambil melobi secara cerdas. Visi Jokowi yang tanpa kompromi sangat selektif dalam memilih partner untuk mewujudkan Indonesia Baru. Kerjasama yang dibangun bukan dilandasi berbagi-bagi kekuasaan tetapi kerjasama karena keyakinan yang sama untuk memajukan Indonesia.
Kecepatan recovery yang dilakukan Jokowi menunjukkan kualitas pribadi seseorang. Evaluasi dilakukan secara cepat sambil membenahi strategi komunikasi. Gerakan yang dilakukan Jokowi cukup beresiko karena lebih setia pada garis politik marhaenisme daripada harus berkompromi bekerjasama dengan partai-partai yang tidak kokoh dan segaris secara ideologis.
Jokowi belajar dari pengalaman SBY yang gagal mengefektifkan koalisi gemuk yang dibangunnya karena kekurang percayaan dirinya. Pertaruhan ini akan menguji apakah kekuatan ideologis dan visi kerakyatan berjaya melawan model politik pragmatis yang sarat kepentingan. Dalam hal ini rakyat yang jadi penentu nasib mereka sendiri akan menyerah pada tawaran sesaat atau berinvestasi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Gempuran pada Jokowi akan semakin menguat bukan pada ancaman fisik tetapi untuk menyerah pada pragmatisme politik yang seiring dengan ketidakpercayaan diri seorang leader.
Semoga Jokowi yang badannya kerempeng punya nyali banteng. Yang terpenting ukannya banyaknya partai yang mau berkoalisi tetapi kedalaman dan ketulusan bekerjasama untuk membangun Indonesia. Non multa sed multum (bukan banyaknya tetapi kualitasnya).