Alkisah di Kepulauan Melayu ini, tersebutlah satu bahasa yang dari jaman bahari telah menjadi bahasa tutur sapa penghubung antara puak yang berbeda, menjadi bahasa dagang dan bahasa popular, disebutlah ia Bahasa Melayu. Semenjak itu berpautlah dengan pengaruh India, China dan kemudian Arab serta Eropa. Semasa dipengaruhi Arab dan Islam, naik taraflah ia bukan lagi sekadar bahasa penghubung dan bahasa dagang, tapi menjadi bahasa ilmu, bahasa dakwah dan bahasa cendikia.
Sejak pra dan era kemerdekaan, kemudian berkembanglah bahasa ini menjadi bahasa nasional baik di Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura
Seiring musim berganti, semakin senjang pula jarak bahasa yang dahulunya satu ini. Di Malaysia dan Brunei masih bernama ia bahasa Melayu, masih mengekalkan penulisan aksara Jawi seiring penulisan Rumi, sedangkan di Indonesia, punahlah aksara Jawi berganti Rumi.
Sama kisahnya seperti India, di Indonesia ini meski mayoritas adalah Muslim, demi identitas nasional dan "kenangan semangat kejayaan Hindu-Budhanya," semakin hari ke hari, semakin kuat kembali pengaruh Sanskerta dan perlahan pasti mengikis pengaruh Arab, Parsi dan Islamnya.
Mungkin yang namanya bahasa dalam satu sisi dapat dilihat bersifat netral dan bukan soalan agama, tapi mesti di-ingat perkembangan bahasa juga tak lepas dari suasana bathin, ideologi dan pengaruh agama yang melingkupi dan memberi warna dalam worldviewnya, serta tentu saja perkembangan bahasa terikut akan kebijakan (politis) berbahasa itu.
Kalau di India, mahfumlah kita jika kerna semangat Hindunya ingin menjayakan kembali pengaruh Sanskertanya. Namun di Indonesia ini, entah kerna apa lebih kuat semangat kembali ke Sanskerta dan mengikis pengaruh Islamnya...? Malah tak kalah radikalnya dengan India sana (andaikata boleh pakai aksara Pallawa, mungkin akan dipakai juga). Agaknya semangat menyemarakkan kembali pengaruh Sanskerta itu mungkin menyesuaikan dengan nama negerinya, yakni Indo-Nesia yang bermakna Kepulauan India alias Hindu.
Akhirnya, sampailah saya pada suatu natijah, bahwa "Kebijakan berbahasa itu mau tidak mau, diakui atau tidak, terikat dan sebati dengan Ideologi dan Agama yang diyakini." Jika ianya negeri (mayoritas) Islam, mestinya sedapat mungkin mempertahankan identitas termasuk bahasanya merujuk ke pengaruh Islam. Begitupun sebaliknya... Misal jika lebih dominan merujuk ke pengaruh Sanskerta, mungkin itu negeri Hindu!
[Tok Angah]