Ketika iklan rokok yang diribut-ributkan, sesungguhnya saya juga ingin mengajukan protes, tapi yaa sudahlaah... Meskipun saya juga bukan perokok dan memang tak suka rokok, saya memafhumi keputusan Kompasiana untuk memasang iklan rokok, mungkin Kompasiana perlu iklan untuk menambah biaya operasional.
Nah, ketika prahara iklan shampoo muncul di Kompasiana, memang sempat menambah hilang gairah binti lesu darah untuk menulis, sebab ini sudah menembus batas ke-luarbiasaan, karena iklannya nongol pas tepat di jantung tulisan yang dimuat. Wajar saja banyak Kompasianer yang menjadi "ndak ngeh."
Tapi apa daya, iklan must go on... entah sampai kapan? Saya pun sudah siap lahir bathin, saya mesti pasrah jika penyusup berwajah cantik itu menghunjam di tengah tulisan saya ketika tulisan ini tampil di Kompasiana.
Namun yang saya ingin sampaikan pada yang membaca tulisan ini... Sumpaaah...! Meskipun nama saya dan nama pemilik produk shampoo itu sekilas mirip, tapi saya tak ikut berperan atas kehadiran iklan tersebut. Pun, meski rambut saya juga panjang, tapi saya tak ikut menyetujui apalagi mendukung kampanye iklan itu. Karena jujur saja, rambut saya tak lurus macam bintang iklan tersebut, rambut saya kriwil. Dan saya... justeru alergi dengan iklan shampoo, sebab musababnya karena sebagian besar iklan shampoo tersebut diskriminatif terhadap manusia seperti saya, yang kebetulan memiliki rambut tak lurus mulus:-) Sangat aneh sekali kalau rambut bagus, indah dan cantik-molek itu selalu identik dengan rambut lurus, sekali lagi jujur saya tak terima... Hehehehe:-)
Akhir kata, semoga balada iklan shampoo ini cepat berlalu, bukan seperti Asu' menyalak, Kafilah lari terbirit-birit karena tak memberi jatah tulang... Amin Yaa Rabb.