Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pembekalan Etiket Berbicara...

26 Januari 2010   10:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:15 638 0
Adalah keniscayaan dalam alam demokrasi saat ini bahwa setiap warga negara, apapun latar belakangnya, suatu ketika menjadi pejabat publik maupun anggota dewan yang terhormat mewakili konstituennya. Keniscayaan yang sangat positif tentunya. Sebagai public figure, kesempurnaan penampilan tentu menjadi persyaratan dan tuntutan yang harus dipenuhi. Tidak heran bila kemudian kita melihat para public figure tersebut menjadi terlihat sempurna, baik perawatan diri maupun penampilannya. Bisa dibilang mendekati selebritas. Sah-sah saja. Kita pun tidak rugi karena menjadi enak melihatnya. Namun sayangnya, kesempurnaan penampilan itu tidak di dukung dengan kemampuan berkomunikasi yang layak.

Suka atau tidak, saat menjadi public figure kita akan menjadi panutan. Segala gaya kita kemungkinan besar akan diikuti. Namun alangkah eloknya bila kemudian yang diikuti adalah hal yang baik. Gaya berkomunikasi yang elegan misalnya. Suka atau tidak suka juga, beliau-beliau tersebut merupakan representasi rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia yang terkenal berbudaya dan beradab tentunya.

Meskipun karakter budaya kita beragam, namun adat menghormati orang lain merupakan ciri yang menonjol dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Namun entah mengapa dalam berbagai forum resmi, keelokan para public figure tersebut dalam berbicara saat ini telah menguap entah kemana.

Seorang pendidik yang saya hormati pernah menyampaikan kepada saya bahwa ciri seorang yang terdidik dan berpengetahuan dapat dilihat dari kemampuannya menyampaikan pikiran atau pendapatnya secara enak di dengar dan berisi. Mengutip istilah yang lazim, secara santun. Saya sedang tidak hendak berporos kemana-mana sekarang, meskipun saya menyinggung isu kesantunan.

Betapa lelahnya kita seharian bekerja. Kadang cara kita menghilangkan penat adalah dengan membaca atau menonton televisi. Agar tidak tertinggal isu yang sedang up to date, maka tayangan yang kita pilih adalah yang berbobot. Tapi sering maksud tersebut tidak tercapai, manakala kita menyaksikan aktor-aktor yang tampil sebagai public figure mempertontonkan sarkasme yang vulgar. Gaya khas yang menjadi tren adalah bicara berpanjang-panjang dengan intonasi tinggi sambil tidak lupa mengacung-acungkan tangan atau menunjuk-nunjuk lawan bicaranya. Apakah kita sudah benar-benar kehilangan kemampuan untuk mengemukakan pendapat kita dengan cara yang elegan?

Disadari atau tidak, gaya seperti itu menjadi contoh sempurna untuk diikuti oleh anak-anak kita dalam berkomunikasi. Mungkin kita bisa berargumen, kenapa tidak langsung dipindahkan saja chanel televisinya? Saya yakin bila saat itu kita ada disamping anak-anak kita, pasti hal itu sudah kita lakukan. Masalahnya adalah kita tidak setiap saat berada di dekat anak-anak kita. Saya sungguh gundah, apakah karena tayangan tersebut maka sekarang gaya berkomunikasi anak-anak kita demikian berbeda?

Mungkin ada baiknya, ada semacam pembekalan yang diberikan bagi para public figure tersebut. Misalnya semacam etiket berbicara yang baik, tanpa harus kehilangan substansi dan daya kritisnya. Saya kira APBN kita akan mampu untuk membiayai kegiatan tersebut. Pilih profesional atau pakar komunikasi yang paling capable untuk mengajarnya. Bila perlu agar demikian melekat pembekalan yang diberikan, kegiatan tersebut dilakukan ditempat yang indah dan nyaman. Boleh di dalam negeri maupun di luar negeri. Hehehehe.

Tidak peduli sebelumnya kita siapa dan kita terpilih karena mewakili apa, alangkah eloknya kalau kita tetap mampu berkomunikasi secara elegan dan enak didengar. Menghargai lawan bicara, tanpa kehilangan substansi dan daya kritis tentunya.

Semoga saja terwujud...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun