Seiring waktu pandangan itu berubah.
Kadang saya berpikir, "Sekurang-kurangnya orang tua, namun itulah yang terbaik dariNya."
---
Adakalanya saya amati sikap para pendukung masing-masing. Kadang lucu, kadang menyedihkan. Kadang beringas dan haus kemenangan. Meski tak seberapa dampaknya, ternyata hal ini juga turut mempengaruhi saya bersikap.
Saya coba berpikir "cari yang terbaik dari yang terbaik".
Menilai bukan karena track recordnya saja, melainkan dari apa yang (akan/sedang/telah) dilakukan setelah diberi kesempatan.
Saya amati perkembangan demi perkembangan. Debat demi debat. Kampanye demi kampanye tiap kandidat. Baik yang dilakukan tim sukses maupun pendukungnya, baik kampanye hitam maupun putih.
Alhasil pilihan saya jatuh ke Prabowo.
Tentu saja demikian karena judulnya sudah begitu.
---
Mungkin sebagian orang tidak percaya, bila saya nilai tim kandidat pilihan saya adalah yang terbaik dalam hal kemanusiaan. Namun, itulah seadil-adilnya pribadi saya menilai.
Dalam hal visi misi kedepan, pun akhirnya saya jatuh pilihan ke Prabowo.
Sebenarnya agak sulit mengambil keputusan untuk membuat pilihan ini, karena ada beberapa visi-misi beliau yang saya kurang sependapat.
Tapi itulah pilihan, selalu ada konsekuensi.
Saya pilih visi misi beliau dengan catatan; bukan berarti saya setuju semua.
Saya pilih visi misi beliau dengan harapan; visi-misi itu lebih disempurnakan dikemudian hari.
Saya pilih visi misi beliau dengan pertimbangan; adanya hal-hal yang memungkinkan penyempurnaan tersebut.
Tanpa menampik, saya juga banyak kekeliruan. Tidak selalu tepat pendapat dan menilai.
Yang pasti, jika beliau terpilih dan suatu saat membuat kebijakan keliru, maka saya mengkitisinya sebaik mungkin.
Agar adil, berlakulah juga hal demikian jika bukan beliau yang terpilih.
---
Bicara kemungkinan yang dimaksud diatas, tak pelak saya menilainya dengan parameter subyektifitas.
Yang pertama adalah motivasi.
yang kedua adalah konsistensi.
Yang ketiga adalah sikap dalam berpendapat dan menanggapi perbedaan pendapat.
Namun ada hal lain yang jadi pertimbangan khusus, yaitu sikap beliau dalam debat terakhir.
nb: ada baiknya suatu saat kata 'Debat' ini diganti dengan kata 'Diskusi'.
---
Saya amati, dalam kondisi yang serba spontan dan rawan emosi, beliau mau mengakui kekurangan yang ada didalam timnya.
Padahal daripada mengungkap kekurangan sendiri, yang ujungnya juga bisa mengurangi jumlah perolehan suaranya, sebenarnya bisa saja beliau bersikap lain tanpa mengambil resiko dengan mengakui kekurangannya.
Sekaligus meyakini pemilihnya bila timnya adalah yang terbaik dari yang terbaik.
Selebihnya, saya salut dengan niat beliau mengintropeksi diri.
---
Esok kita akan memilih.
Saya hormati teman, saudara, dan rekan yang memilih kandidat nomor satu.
Saya hormati teman, saudara, dan rekan yang memilih kandidat nomor dua.
Juga,
saya hormati teman, saudara, dan rekan yang bersikap Golput dengan apapun pertimbangannya.
Saya hormati perbedaan itu, karena inilah Indonesia.
Salam tiga jari, "Persatuan Indonesia"