Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Teknologi dan Puasa

1 September 2010   15:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:32 222 0
Suatu sore yang cerah, rona jingga kemerah-merahan ku tatap penuh kekaguman. Hati ku selalu bertanya-tanya kenapa warna ini selalu membuka dan menutup setiap hari, ya warna jingga di pagi dan sore hari. Rasa penasaranku telah membangkitkan semangat dalam diriku untuk merenungkannya, apakah ada keistimewaan dalam rona jingga ini, apakah ada rahasia diwaktu sore dan pagi ini. Bahkan puasa pun titik awal dan akhirnya adalah warna ini, dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.

Orang sangat heboh sekali dalam menentukan awal dan akhir ramadhan. Dua hari itu (awal dan akhir) sudah menjadi hari-hari yang ideologis bagi umat Islam di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Konon orang madura bahkan rela carok dengan tetangganya sendiri gara-gara perbedaan hari raya ini. Klaim bahwa haram hukumnya puasa pada hari raya di satu sisi dan klaim wajib hukumnya berbuasa pada bulan ramadhon di sisi yang yang lain. Telah menimbulkan tindakan-tindakan heroik kaum muslimin. Ulama-ulama NU dan Muhammadiyah yang paling sering berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Tapi tidak ada satupun dari para kyai dan ilmuan agama ini yang memperdebatkan kapan kita mulai berpuasa (imsak) dan kapan kita berbuka puasa. Meamng sih..imsak dan berpuka itu bukan masalah tanggal melainkan masalah waktu (jam). Tapi toh tetap saja menggunakan ilmu perbintangan, bahkan tanggal sendiri itukan akumulasi dari waktu. eittt....jangan beranggapan bahwa saya menginginkan perbedaan pendapat tentang masalah waktu ini dikalangan para ulama. Ga kebayang deh susahnya jadi muslim kalau seperti itu. Jadi kita masih beruntung hanya hari saja yang ideologis belum sampai pada waktu yang ideologis.

Sekalipun terjadi perbedaan dalam penentuan awal dan akhir ramadhon, namun umat muslim akan segera berbuka jika azdan telah berkumandang, entah itu yang adzan masjid Muhammadiyah atau masjid NU, mereka tidk akan memperdulikannya. Rujukan para muadzin ini biasa adalah waktu pemerintah lewat radio atau TV. Segera saja, ada kolak ya disantap kolak, ada sirup ya disruput sirup, nasi yang masih mengepulpun tak menyurutkan hasrat lambungnya yang telah seharian keroncongan.

Setelah aku amat-amati, di desaku yang semua penduduknya muslim ini, yang paling duluan adzan selalu saja dari masjid Muhammadiyah. Setelah itu baru langgar-langgar Nu menyusul kemudian. Jarang sekali terjadi muadzin-muadzin NU mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya (mungkin mereka minum dulu kaleee...hehe).

Lantas bagaimana sebenarnya perbedaan awal dan akhir ramadhon ini terjadi. pendeknya Ulama NU menyandarkan pada melihat hilal sedangkan ulama Muhammadiyah mendasarkan pada hisab. Keduanya sama-sama ngotot mengklaim yang paling benar. Upaya-upaya merujukkan mereka selalu saja nihil. Kalau toh kebetulan sama hal itu sementara belaka. Namun anehnya pada pemerintahan SBY, jatuhnya awal dan akhir ini selalu sama, entah kebetulan atau rekayasa. tapi ummat kayaknya senang menikmati kebersamaan ini.

Saya pernah sesekalai ngobrol ringan dengan pak Oman faturahman, majlis tarjih Muhammadiyah dan pak Muhyiddin dari lajnah NU, karna mereka sama-sama guru saya. Kebetulan mereka berdua selalu diundang oleh depag ketika sidang isbat. Ahli-ahli falak setelahnya kebanyakan dibawah mereka, terutama Pak Oman, karna hanya segelintir orang Muhammadiyah yang paham ilmu falak, tidak seperti NU yang masih banyak. Soal siapa yang lebih pandai, saya ga tahu dan ga mau tahu. uneg-uneg saya kemudian saya sampaikan kepada mereka berdua.

Orang Amerika saja, bulan telang mereka jadikan daerah wisata. kapanpun mereka menginginkannya mereka bisa terbang ke bulan berekreasi bersama sanak keluarganya melepas lelah di bulan. Sedangkan kita masih ribut apakah ini sudah tanggal satu atau belom, betapa tertinggalnya kita. Apakah kita akan selalu curiga pada bangsa barat karna mereka nonmuslim atau sebenarnya kita curiga karna kita tidak mampu saja, begitu fikirku ekstrim. Teknologi beserta manufakturnya adalah satu-satunya jalan keluar dari perbedaan ini. Nabi sendiri ketika melihat bulan (ru'yatulhilal) mencari tempat yang tinggi, tidak jarang beliau naik bukit untuk menyaksikan hilal. Artinya, Nabi sendiri menggunakan alat (mencari tempat tinggi) ketika ingin menentukan awal dan akhir ramadhon. Oleh karena teknologi canggih belum ditemukan pada masa itu, tentu saja nabi tidak memai teleskop canggih. Namun mencari tempat yang tinggi itu sangat bisa dimaknai dengan alat (teknologi). Kenapa Nabi tidak melihat hilal dari daun jendelanya saja, atau mengaggukan kepalanya keluar pintu rumahnya untuk melihat hilal..kok harus capek-capek mendaki tempat yang tinggi. Apakah Nabi tidak tahu kalau tidak naik dulu. Tentu saja Nabi bisa mengetahui awal dan akhir romadhon sekalipun tidak mendaki gunung, karna Nabi telah dijamin dengan wahyu. Namun Nabi sedang memberikan teladan pada ummatnya setelah beliau wafat.

Nah..sekarang tafsir tentang ru'yat al-hilal, oleh ulama Muhammadiyah dimaknai hisab sedangkan NU memaknainya dengan melihat dengan mata kepala (langsung), sedikit bisa dicairkan. Orang NU masih bisa melihat dengan mata kepala mereka, sedangkan orang muhammadiyah menggeser sedikit pemahaman ilmu itu adalah hisab menjadi teknologi, tentu saja teknologi yang paling cangih tidak seperti sekarang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun