Carrying capacity of the earth adalah ukuran populasi di mana laju pertumbuhan penduduk sama dengan nol. Ukuran populasi tersebut dibatasi oleh ketersediaan pangan, persaingan dengan spesies lain, dan interaksi dengan predator serta penyakit. Jika ukuran populasi lebih kecil dari carrying capacity, maka laju pertumbuhan penduduk adalah positif sehingga populasi bertambah besar. Sebaliknya jika ukuran populasi lebih besar dari carrying capacity, maka laju pertumbuhan penduduk adalah negatif sehingga terjadi penurunan populasi. Oleh karena itu, populasi akan meningkat atau menurun hingga ukuran populasi sama dengan carrying capacity yaitu pada saat pertumbuhan penduduk berhenti. Carrying capacity merupakan keseimbangan yang stabil dari ukuran populasi.
Easter Island adalah salah satu pulau berpenghuni paling terpencil di dunia yang terletak di Polinesia, Samudera Pasifik. Pulau ini merupakan salah satu contoh menarik untuk menjelaskan carrying capacity of the earth. Ketika kurang dari 100 orang pertama tiba, pulau ini ditutupi oleh pohon-pohon dengan berbagai macam jenis makanan. Jacob Roggeveen mengunjungi pulau ini pada tahun 1722 dan memperkirakan terdapat populasi sekitar 2.000 sampai 3.000 penduduk dengan pohon-pohon yang sangat sedikit. Setengah abad kemudian, pulau ini mengalami kerusakan ekologi yang diikuti dengan kelebihan penduduk, perbudakan, epidemi penyakit seperti smallpox (cacar yang menewaskan begitu banyak orang dengan cepat, serta jenazah-jenazah dibiarkan tidak terkubur) dan epidemi tuberkulosis yang menewaskan seperempat dari populasi, pergolakan sosial, dan serangan tikus Polinesia pemakan burung dan bibit pohon palem. Kombinasi berbagai faktor ini mengakibatkan hanya tersisa 111 penduduk yang tinggal di pulau itu pada tahun 1877.
Greenhouse effect (efek rumah kaca) mengacu pada keadaan dimana panjang gelombang pendek sinar tampak dari matahari lolos melalui media transparan dan kemudian terserap. Namun panjang gelombang inframerah yang dipantulkan dari benda-benda yang terkena panas tidak dapat melewati media tersebut. Perangkap dari radiasi gelombang panjang menyebabkan pemanasan lebih banyak serta suhu yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.
Mekanisme terjadinya efek rumah kaca ini berkaitan dengan daur aliran panas matahari. Kurang lebih 30% radiasi matahari yang mencapai tanah dipantulkan kembali ke angkasa dan diserap oleh uap, gas karbon dioksida, nitrogen, oksigen, dan gas-gas lain di atmosfer. Sisanya yang 70% diserap oleh tanah, laut, dan awan. Pada malam hari tanah dan badan air itu relatif lebih hangat daripada udara di atasnya. Energi yang terserap diradiasikan kembali ke atmosfer sebagai radiasi inframerah, gelombang panjang atau radiasi energi panas. Sebagian besar radiasi inframerah ini akan tertahan oleh karbon dioksida dan uap air di atmosfer, hanya sebagian kecil yang akan lepas ke angkasa luar. Oleh sebab itu, permukaan bumi dihangatkan oleh adanya molekul uap air, karbon dioksida, dan lain-lain.
Sulfur dioksida (SO2) bukan merupakan global warming gasses karena gas tersebut justru menipiskan selimut atmosfer sehingga mengakibatkan pendinginan bumi (global cooling) dan menyebabkan kekeringan.
Akan tetapi keberadaan gas SO2 tetap membahayakan karena konsentrasi SO2 di atmosfer yang muncul akan memulai perubahan iklim global dalam empat cara sebagai berikut.
a.Konsentrasi sangat rendah memungkinkan atmosfer untuk membersihkan diri dengan mengoksidasi kebanyakan polutan. Hal Ini menyebabkan penipisan selimut atmosfer, pendinginan bumi dan menyebabkan kekeringan.
b.Letusan besar gunung berapi secara sporadis menyebabkan pendinginan bumi selama kurang lebih tiga tahun dengan membentuk aerosol asam sulfat di stratosfer rendah. Letusan-letusan tersebut dapat mengembalikan dunia ke zaman es.
c.Ketika letusan besar gunung berapi terjadi secara berurutan setidaknya satu setiap tahun selama sepuluh tahun atau lebih, maka kapasitas oksidasi atmosfer menjadi sangat terganggu, gas rumah kaca menumpuk, dan pada akhirnya menyebabkan pemanasan global.