Aku hanya seorang perenung tingkat tinggi,bermimpi negeri ini di pimpim oleh seorang Andrea Hirata.
Agar presidenku, paham tentang perjuangan,tentang penderitaan, juga tentang tekad dan sebuah cita cita.
Aku bertugas di sebuah pedalaman kalimantan, sangat jauh dari hiruk pikuk kota besar. Hanya hutan rimba di sekeliling desa kecil yang terasing.
Seorang nenek tua tergopoh gopoh menuju puskesmas,di wajahnya tak sedikit kecemasan, hidupnya pagi itu sederhana, ketika giginya yang menggangu itu tercabut, dia akan kembali tersenyum, haknya tergapai dan kewajibanku terpenuhi.
di luar sana sungai begitu panjang memamerkan kebengisanya. Arus deras itu itu di hadapi oleh para penduduk desa,mereka bergerombol berangkat ke ladang masing masing
kembali aku mengkhayal, mungkin negeri ini terlalu kaya untuk berusaha sendiri. perusahaan perusahaan besar menggerogoti hutan hutan kalimantan.
Perusahaan kayu, batubara, sawit dan lain sebagaianya, setiap detik rupiah lahir di tempat ini.
penduduk desa sumringah setiap pagi, bergerombol pula menuju tempat kerja,di sana di perusahaan perusahaan itu.
Lalu,aku mendefenisikan: kasihan,mereka menjadi kuli di tempat kelahirannya sendiri.
Aku menghadirkan presidenku di depan mata,tak ada sorot mata kesombongan.
Dia tipe pemimpin pendiam, tapi karyanya menciptakan semangat maha dasyat bagi anak anak muda yang membaca bukunya.
Dia tak pandai berpidato, mungkin itulah sebabnya dia hanya presiden dalam imaginerku.
Andaikan rambutnya tidak krinyol,badanya tegap,tampan, dan bisa membius orang orang dikala berpidato. maka mungkin dia tak hanya presiden imaginer.
karena aku memang suka berimaginasi , dan bukan siapa siapa di negeri ini.
Aku terus menghadirkan sosok presidenku. Presiden yang lahir dari kejujuran.
maka aku tak punya nyali, walau untuk berkunjung ke desa desa sangat terpencil di muara sungai sana aku harus menembus giram giram dan batu batu besar, tapi nyali ini tak seberapa.
Sepertinya cikeas sana lebih mengerikan, di sana aku tak bisa bertemu dengan seseorang ibarat berkunjung ke tetangga. Tembok tembok status sosial telah mengkerangkeng jiwa jiwa mereka.
Mungkin jiwa itu begitu suci untuk di jamah, walau dari pengagumnya sendiri.
di sana, masihkah ada harapan. Ketika mata pisau hukum tak pernah mengiris koruptor2 itu, hanya mbok minah dan prita yang teriris olehnya,juga segelintir orang orang kecil yang tak punya kuasa. Hukum bagiku sebuah mimpi buruk, walau sebelum tidur dongeng kisah kisah hukum begitu manis terdengar, seperti bermimpi berjumpa dengan dewi keadilan. Setiap hari kami hanya bermimpi.
Untuk itu aku ingin menawarkan kompromi di dalam diriku, bagaimana jika kutulis saja surat buat presiden kita:
Okelah kalau begitu:
Maka ku tulislah surat ini.
Bapak presiden yang terhormat.
Saya salah satu rakyat Indonesia, menyampaikan beberapa pesan kepada bapak, semoga bapak presiden berkenan membaca surat saya ini, karena isinya merupakan keluh kesah kami sebagai masyarakat yang jauh dari ibu kota.
Adapun beberapa keluh kesah kami yaitu:
1. Pak presiden, tolong sinetron di hapus saja pak dari tv tv itu,anak anak kami di sini tak bisa belajar karena nonton sinetron melulu.
2.pak presiden, tolong di tangkap itu koruptor2 pak,kami salut dengan bapak waktu kampanye soalnya mau menghapus korupsi.buktikan dong pak...,
3.pak presiden, kasus century harus tuntas,seperti kata bapak pemberantasan korupsi tak pandang bulu,tidak tebang pilih.
4.pak presiden, tolong ndak usah ditanggapi Buku 'menbongkar gurita cikeas', kan kebenaran akan terungkap juga nanti, kan mereka pada dapat batunya kalau benar benar menfitnah.
5.pak presiden yang terhormat, kami merindukan negeri ini kondusif,aman,sejahtera,adil dan merata.
Demikianlah surat ini saya buat, mudah mudahan bapak yang baca langsung bukan juru baca kepresidenan. Besar harapan kami semoga kami masih bisa mempercayai bapak.
N.B: pemilu kemarin
Suara desa kami 70 persen memilih bapak.