Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Artidjo Juga Manusia

13 Oktober 2014   03:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:18 175 5
Saya tertarik sebuah artikel di Kompasiana, yang ditulis dengan gaya yang sangat santai oleh seorang penulis lepas. Artikel tersebut membuka habis tabir tentang seorang Artidjo Alkostar, seorang Hakim Agung yang sangat diagung-agungkan, tempo kini.

Yach,... Artidjo Alkostar, Hakim Agung yang berasal dari Madura dan menempuh pendidikan di Yogyakarta ini, sedang menikmati popularitas menjulang dalam beberapa saat terakhir. Dia yang menambah hukuman bagi Angie Sondakh, dia juga yang menambah hukuman bagi Ustadz LHI mantan Presiden PKS. Hukuman bagi Ustadz LHI, menjadi puncak segalanya, sehingga Media KOMPAS harus menulisnya di halaman utama. Artinya bahwa seorang Artidjo Alkostar diagungkan sebagai Hakim luar biasa, yang tak punya cela, seorang hakim yang hebat, bak Malaikat.... Konon lagi hukuman ditambahkan kepada seorang Tokoh Islam yang juga seorang Ustadz, panutan sejuta-an kader PKS. Yach, Artidjo menjadi lebih hebat karena menambah hukuman kepada seorang PKS, partai yang sangat gencar "melawan" sekulerisme.

ARTIDJO ALKOSTAR adalah dewa bagi para hakim lain, panutan yang sangat luar biasa, tidak pernah salah..... Dipersepsikan sedemikian rupa, bahwa dia adalah orang hebat, sehingga pantaslah bila ybs masuk bursa calon pengisi Kabinet Jokowi-JK...., entah posisi apa?

Ternyata seorang Artidjo Alkostar juga seorang manusia biasa, yang punya salah, punya kekurangan di sana-sini. Manusia biasa. Yang luar biasa, barangkali, hanya sanjungan kepadanya yang melewati batas kewajaran. Apa anda tahu apa kekurangannya???? banyak!   hanya saya ingin membahas tentang kekeliruannya sebagai manusia.  Catatan kali ini dimulai pada kasus dr.Bambang Suprapto.

Mahkamah Agung (MA) menghukum dr Bambang Suprapto selama 1,5 tahun penjara karena dinilai melanggar UU Praktik Kedokteran. Padahal, pasal yang digunakan MA telah dihapus ancaman pidana penjaranya oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

dr Bambang dijerat dengan pasal 76 dan 79 huruf c UU Praktik Kedokteran. Padahal MK telah menghapus ancaman pidana penjara pada 19 Juni 2007. Duduk sebagai ketua majelis kasasi Dr Artidjo Alkostar dengan anggota Prof Dr Surya Jaya dan Dr Andi Samsan Nganro.

Bodoh bukan???    Yach, wajarlah,.... Artidjo juga manusia. Makanya jangan terlalu dikultuskan. Mari kita ikuti wawancara Detiknews dengan Jimly Asshiddiqie.

Berikut wawancara detikcom dengan Jimly, Jumat (26/9/2014):

Soal hakim yang menggunakan pasal yang sudah dihapus MK, misal kasus dr Bambang. Bagaimana menurut Bapak?

Ya hakimnya bodoh. Kalau hakimnya bodoh ndak nyalahin MK.

Tapi Pak, salah satunya Pak Artidjo?

Ya kalau hakimnya bodoh, masa nyalahin MK. Emangnya Artidjo pasti baik? Emangnya dia nggak bodoh juga? Ya hakimnya harus belajar. Hakimnya tidak boleh tidak mengikuti perkembangan. Setiap kali UU diubah, tiap kali UU ditetapkan dia harus tahu. Orang awam saja dianggap tahu hukum. Masa hakim, apalagi hakim agung, bodoh sekali

Masa dia hanya menikmati pujian hanya gara-gara menambah hukuman bagi koruptor, tapi yang begini dia nggak peduli. Seorang hakim agung tidak benar dia tidak tahu.

Orang awam saja tidak bisa dibebaskan hanya karena dia tidak tahu (UU-red). Apalagi hakim agung. Tolol hakim agung seperti itu. Kamu tulis saja di detikcom. Hakim tolol. Hakim agung, ya nggak agung kalau begitu. Masa ada hakim agung yang nggak mengerti perkembangan hukum. Hakim itu menjalankan UU, tidak boleh bodoh. Masa ada yang tidak tahu undang-undang.

Bisa diperjelas Pak?

Misal menggunakan UU yang sudah dicabut. (Lalu hakimnya beralasan) 'nggak, saya independen kok'. Lho masa begitu. Itu bukan independen, bodoh itu namanya. Jadi putusan seperti itu jadi objektiva, bisa dibatalkan. Jadi putusan yang keliru, Jadi keliru dalam menerapkan norma itu menjadi alasan untuk PK. Tidak profesional. Bisa dikenakan kode etik itu.

Apakah KY harus menindaklanjuti?

Oh harus ada laporan. Jadi itu tidak boleh dibiarkan. Kelasnya itu kelas hakim agung, tidak boleh. Jadi saran saya, pihak-pihak yang merasa dirugikan harus melaporkan itu ke KY. Kalau orang awam, bodoh itu boleh, bukan dosa, bukan jahat. Tapi kalau orang yang menjalankan fungsi negara, menjalankan kekuasaan negara, itu bahaya. Bisa merugikan warga negara, bisa merugikan banyak orang. Maka tidak boleh dibiarkan.

Dengan dihapusnya pasal ancaman pidana penjara, maka pasal 76 berbunyi:

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.

Adapun pasal 79 huruf c menjadi berbunyi:

Dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 50 juta setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Nah, jelas kan.... kalau saya yang katakan dia bodoh, tentu kurang elok,... tapi kalau seorang Pakar Hukum mengatakan demikian, siapa salah?

Makanya jangan perlakukan seseorang itu bak Malaikat yang tidak pernah salah!    Silahkan Bapak ARTIDJO menikmati kebodohan anda. Biarkan Ustadz LHI terus berzikir dibalik tembok penjara. Barangkali bertambah orang Napi masuk Islam karena beliau..... Biarkan Angie terus mengasah ilmu agamanya untuk memperkokoh imannya di penjara.

Mukhlis Aminullah

Direktur Eksekutif LEPOEMAT.Center

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun