Saya amat terkejut manakala membaca sebuah berita dari suarapembaruan.com edisi 10 Agustus 2012, yang isinya seperti ini, “Selama bulan puasa, kebakaran terus terjadi di Jakarta. Empat hingga lima titik kebakaran terjadi di Jakarta setiap harinya. Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (PKPB) DKI Jakarta, Paimin Napitupulu, di Jakarta.
Menurut Paimin, kebakaran di Jakarta selama bulan puasa ini lebih banyak disebabkan human error. Masyarakat kurang awas dalam menggunakan alat-alat listrik, dan saat memasak. ‘Kalau puasa itu aktifitas siang membuat capek, sementara malam hari digunakan untuk mempersiapkan sahur. Sehingga masyarakat jadi kurang waspada,’ katanya.
Dikatakan, masyarakat tidak meningkatkan kewaspadaannya, kebakaran akan terus terjadi, terutama menjelang akhir puasa.
Pada malam takbiran tahun lalu, Paimin menyebutkan, 16 titik api muncul di Jakarta dalam semalam. ‘Jangan hanya mewaspadai listrik dan kompor, tapi juga anak kecil, orang dewasa. Api kalau kecil memang sahabat, tapi kalau besar jadi lawan. Apalagi lagi musim kering begini, angin kencang, jadilah kebakaran,’ kata Paimin.
Kebakaran terakhir menimpa lima rumah warga di Jalan Kebon Nanas Utara, RT 4/4, Kelurahan Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur. Empat rumah milik warga bernama Yati, Taufik Hidayat, Jauhari, Masnah, hangus terbakar.”
Dua perasaan segera menggelayuti hati saya. Menghentak rasa kemanusiaan saya dan membuat tidur malam saya menjadi tak lelap.