Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Lupakan (Sejenak) Sepakbola, Beralih (Selamanya) ke Bulutangkis!

14 April 2012   02:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:38 567 0

Pertanyaannya, apakah sanksi berdampak pada sepakbola Indonesia? Apakah sanksi membuat sepakbola Indonesia terpuruk? Apakah sanksi menurunkan ranking sepakbola Indonesia? Apakah sanksi menurunkan egoisme para pejabat dalam politisasi sepakbola?

Kali ini biarkan fakta dan data berbicara. Timnas sepakbola Indonesia tak pernah sekalipun mencicipi kejuaraan dunia alias World Cup. Pernah satu kali manusia-manusia Nusantara yang secara de jure bernama Hindia Belanda bermain di kancah Piala Dunia tahun 1938 di Perancis. Itupun statusnya “Wild Card” karena saingan utama dan satu-satunya, Jepang mengundurkan diri karena sedang berperang dengan China. Selanjutnya di tingkat Asia timnas Indonesia sempat merasakan persaingannya sebanyak empat kali, yakni di tahun 1996, 2000, 2004, 2007. Sedangkan tahun 2011 gagal lolos. Kesemuanya timnas hanya mampu bersaing pada fase grup. Pada tingkat yang lebih kecil, Asia Tenggara, yang kini dikenal dengan kejuaraan AFF Cup, negara terbesar di Asia Tenggara ini bahkan tak pernah mampu naik podium pertama alias juara. Timnas sebatas menjadirunner up sebanyak tiga kali: 2002, 2008, 2010.

Kondisi di atas agaknya berbanding terbalik dengan semangat perjuangan masyarakat dalam memajukan olahraga sepakbola. Rakyat rela menyisihkan uangnya yang dibayarkan melalui pajak dan dianggarkan melalui APBD untuk pembiayaan klub-klun liga Indonesia. Pun pemain digaji dengan uang APBD. Media cetak dan elektronik gencar memberitakan tentang persepakbolaan, siaran langsung pertandingan bola, berita tentang pemain Indonesia yang bermain di Eropa. Ada juga pembuatan film yang bertemakan sepak bola, dan tak sedikit pula sintron yang mengangkat tema bola. Semua elemen bangsa jor-joran membela sepakbola. Bahkan sempat keluar pernyataan “membela mati-matian” dari seorang pengamat sepakbola terkait Sea Games 2011 Palembang belum lama ini. Dalam sebuah dialog live di sebuah stasiun tv, dia mengatakan bahwa tidak masalah cabang olahraga lain tidak beroleh emas, asalkan sepakbola mendapat emas. Begitu cintanya dia akan kesuksesan sepakbola. Toh bagaimanapun negeri ini masih kesulitan mengumpulkan sebelas orang berbakat dalam satu lapangan.

Sekarang mari kita tengok ke cabang olahraga yang hampir sama populernya dengan sepakbola. Ya, bulutangkis adalah olahraga yang sudah terang-benderang mengharumkan nama Indonesia di dunia Internasional. Negeri ini seolah tiada habisnya menelurkan bakat-bakat handal dalam olahraga tepok bulu ini.

Dimulai dari kejuaraan Bulutangkis tertua dunia, All England. Kejuaraan yang pertama kali berlangsung pada tahun 1900, telah melahirkan juara-juara dari Indonesia. berikut daftarnya.

Tunggal Putera:

·1959 - Tan Joe Hok

·1968-1974-1976 - Rudy Hartono

·1978-1979-1981Liem Swie King

·1991 - Ardy Wiranata

·1993-1994 - Heryanto Arbi

Tunggal Puteri

1990-1991-1993-1994 - Susi Susanti

Ganda Putera

·1972-1973 - Christian Hadinata/Ade Chandra

·1974-1975-1977-1978-1979-1980 - Tjun Tjun/Johan Wahyudi

·1992 - Rudy Gunawan/Eddy Hartono

·1994 - Rudy Gunawan/Bambang Suprianto

·1995-1996 - Rexy Mainaky/Ricky Subagja

·1999 - Tony Gunawan/Candra Wijaya

·2001 - Tony Gunawan/Halim Heryanto

·2003 - Sigit Budiarto/Candra Wijaya

Ganda Puteri (nihil)

Ganda Campuran2012 - Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir

Sejak pertama kali diselenggarakan pada 1977 di Malmo, Swedia, Indonesia mengukir beberapa nama denga tinta emas sebagai juara dunia bulutangkis. Berikut daftarnya. 2007 (Kuala Lumpur, Malaysia) -Markis Kido/Hendra Setiawan, Nova Widianto/Liliyana Natsir 2005 (Anaheim, AS) - Taufik Hidayat,Nova Widianto/Liliyana Natsir 2001 (Sevilla, Spanyol) - Hendrawan, Tony Gunawan/Halim Haryanto 1997 (Glasgow, Skotlandia) - Chandra Wijaya/Sigit Budiarto 1995 (Laussane, Swiss) - Heryanto Arbi, Rexy Mainaky/Ricky Subagja 1993 (Birmingham, Inggris) - Joko Suprianto, Susi Susanti, Rudy Gunawan/Ricky Subagja 1983 (Kopenhagen, Denmark) - Icuk Sugiarto 1980 (Jakarta, Indonesia) - Rudy Hartono, Verawati, Ade Chandra/Christian Hadinata , Christian Hadinata/Imelda Wiguna 1977 (Malmo, Swedia) - Tjun Tjun/Wahyudi Johan

Prestasi di atas belum ditambah dengan pundi-pundi emas olimpiade, kejuaraan Thomas-Uber Cup, dan event Super Series yang kerap dimenangkan pebulutangkis tanah air. Ironisnya seabreg prestasi ini seolah menguap begitu saja. Tidak ada euforiakegembiraan masyarakat tatkala mereka menjuarai sebuah turnamen.Katakanlah ketika Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir usai menjuarai All England. Berita itu hanya dianggap angin lalu. Tidak ada ulasan mendalam di media elektronik.

Pemberitaan tentang bulutangkis sangat minim.Sangat berbeda ketika timnas sepakbola masuk final Sea Games atau ketika Timnas dibantai Bahrain 10 gol. Semuanya dikupas sampai ke akarnya. Bahkan dewasa ini sangat jarang kita temui stasiun tv yang menyiarkan secara langsung suatu kejuaraan bulutangkis, keculi tv berbayar. Padahal bulutangkis juga mampu menyedot perhatian penonton Indonesia, apalagi perjuangan pada fase final seperti final All England tadi.

Alangkah eloknya semua pihak bahu-membahu mendukung kejayaan olahraga bulutangkis ini. Biarkan Amerika Serikat dengan Futbolnya. Abaikan Jepang dengan Baseballnya. Jangan pedulikan Pakistan dan India dengan Kriketnya. Tetap tersenyum melihat Brazil dengan sepakbolanya. Namun jangan sekali-kali tak mengacuhkan bulutangkis dari pembicaraan tentang Indonesia. Bulutangkis masih satu-satunya yang membuat Indonesia mendunia. Ini olahraga kita!

sumber gambar:

surabaya.detik.com

kz200rider.mywapblog.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun