Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Angan Melayang

9 September 2019   21:31 Diperbarui: 9 September 2019   23:36 43 4
Waktu berlalu tersapu angin.
Perlahan bayang-bayang masa lalu tenggelam di antara gugusan awan yang berarak pergi.
Perempuan berlari meraup mimpi.
Lelaki menganyam ribuan harapan, mencipta nelangsa.
Kenangan tentang bunga alang-alang di ujung pematang, hilang.
Degup jantung yang riuh menatap ekor matanya, berhenti.
Menggantung khayalan pada bintang-bintang.
 
"Tenanglah. Meski jiwa menjadi keruh olehmu, aku tak 'kan merapuh," katamu.

Musim akan terasa gersang.
Pohon randu meranggas.
Gugur daunnya satu-satu.
"Tak apa," hiburmu.

Ciap anak-anak ayam ramai mencari induknya.
Belalang beterbangan di pucuk-pucuk ilalang.
Angin menerbangkan sayap-sayap unggas dari atap kandang.
Seekor anak kucing mengeong manja dari balik rerimbun kembang lobelia ungu.
"Kemana indukmu?" gumammu.
Bulu abu-abunya kuyup terkena gerimis dan tanah basah kemarin sore.

Tanah basah?

Ah, kau jadi teringat musim kala itu.
Petrikor yang tercium di awal penghujan.
Kuncup melati yang mulai mengembang di ujung pagar.
Tak ada yang lebih syahdu dari cuaca mendung di tengah hari.
Kau berlari mengiringi langkah lain di bawah payung lebar berwarna biru.

Bayangan itu menghantuimu dari waktu ke waktu.
Rindu...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun