Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Pendakian Papandayan; Kebersamaan dan Keindahan dalam Teropong Lensa

16 Mei 2013   14:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:29 914 1

Walaupun sudah beberapa kali aku mengunjunginya, namun setiap ada kesempatan untuk menjenguknya aku selalu tak kuasa untuk menolak ajakannya,. Ya seperti syair dari Bang Iwan, PAnggilan dari gunung turun ke lembah-lembah”. Ia begitu kuat menarik keinginanku. Nah kali ini aku bersama Elkape sembari Narkopian mengunjungi gunung yang terbilang masih aktif ini, dan letusan terakhirnya terjadi pada November 2002, dan sekarang ini pun gunung tersebut aktif kembali. MP di terminal KP Rambutan dan kami sudah berkumpul disana, malam hari. Semua siap, segera kita naik bis menujuj terminal Gunutr (Garut). Seperti biasa di perjalanan masih macet saja kawan. Dan mau ga mau harus kami nikmati kemacetan ini. Dini hari kami tiba di Garut dan bersiap untuk berbelanja keperluan atau logistic untuk memasak disana.

Beres, kami menuju Cisurupan, sebuah desa atau kampung yang merupakan gerbang pendakian untuk sampai ke Puncak Papandayan, kami berhenti disana, oh iya tepatnya di sebuah mini market, ya itu merupakan sebuah tempat yang pas untuk kita meunggu kawan yang dari Indramayu. Lumayan lami kami menunggunya kami sempat sarapan dan narkopian juga disana, akhirnya tiba juga kawan kami itu. langusng bergegas naik mobil terbuka yang memang sudah di siapkan menuju kaki gunung Papandayan.

Kami semua mengisi perut dan bergegas untuk nanjak, selalu di iringi doa yang dipimpin oleh ayah Rusmayadi, dan perjalanan pun dimulai. medannya memang tidak terlalu curam kawan, sangat pas untuk mengenalkan keindahan alam ini kepada anak kita, pacar kita atau sahabat kita. Diawali dengan medan berbatu, perjalanan kami ini hanya batuan serta pohon-pohon kecil yang memang baru tumbuh atau sengaja di tanam. Kami benar-benar menikmatinya kawan. Kami terus susuri medan itu dan memang yang ku bilang di awal tadi, gunung ini cocok untuk kita mengadakan kemping ceria, atau gathering, ya karena medanya yang tidak curam dan waktu tempuh yang dibutuhkan pun tidak terlalu lama, namun view yang di dapatkan luar biasa kawan.

Tidak hanya belerang di kawah-kawah itu yang akan kita lalui, belerang keemasan dengan mengeluarkan gasnya sungguh menyengat hidung kita, oh iya jika kawan mendaki gunung ini kawan harus bawa masker, atau setidaknya penutup hidunglah. Selain kawah dan belerang itu kita juga akan menemui danau di tengahnya, airnya berwarna kehijauan kawan. Aku agak sedikit berfikir dalam hati, yang aku tahu, dan aku alami, bahwa di Gunung Semeru ada danau di tengah gunug (Ranu Kumbolo), di Gunung Rinjani (Segara Anak) ada juga danau di tengah gunung yang pasti menunjukkan pesona yang luar biasa. Apakah ini akibat dari letusannya atau apa, aku tidak sempat mencari tahu, biarlah itu aku serahkan kepada ahlinya intermezzo sedikit kawan. Di danau ini juga kami bertemu dengan bule dan istrinya yang sedang hamil kawan, hamil kawan, bayangkan, anaknya kemungkinan besar akan mengikuti jejak orang tuanya, bahkan lebih, ia mungkin akan berkeliling dunia, semoga.

Setelah kami bernarsis ria disini kami lanjutkan perjalanan ini dan melewati sebuah kali kecil, dengan warna air yang juga hijau tosca. Aku lanjuttkan perjalanan. Sekarang tanjakan mulai ada, walaupun tidak terlalu curam. Namun tetap harus waspada kawan, karena batuan itu kecil-kecil dan licin, jika kita salah pijakan tetap sajakan membahayakna kita dan kawan yang lain.sukses dan gemilang, ku lalui medan itu hingga akhirnya aku temui batang-batang pohon yang sudah mulai mengering dengan tanah yang juga sudah pecah-pecah. Aku sebut ini sebagai hutan mati kawan, karena memang tidak ada makhluk atau tumbuhan disini. Seperti biasa kuambil senjata pamungkas ku untuk mengambil moment ini. Jepret sana, klik sini. Beres. Aku takjub dengan kreasi alam, tapi yang jelas itu adalah harmoni alam dengan guratan tangan TUHAN. Tuhan memang menyukai keindahan, so NIkmatilah keindahannya kawan,

Kembali aku lanjutkan dan akhirnya kami tiba di Pondok Salada. Ya sebuah lembah yang begitu hijau dengan edelweissnya yang bertebaran. Disinilah biasanya para pendaki membuka tenda, Walaupun ia tidak sebesar Lembah Surya Kencana atau Lembah Mandalawangi, tetap saja indah dan menawan kawan, sisi kanan kiri kita puncak Papandayang masih angkuh, pohon-pohon tinggi dan cantigi berserak. Ia begitu mempesona, pesonanya mampu mengukir jelas di hati, dinginnya lembah Pondok Salada mampu meredakan kepanasan otak dan nurani yang berkecamuk menyaksikan kondisi bangsa ini. Dan kebersamaanya mampu mengikar erat arti sebuah perjalanan. Segera kami buka tenda, masak dan saling bercerita

Tahukah kawan, moment inilah yang mungkin hampir semua pendaki merindukannya, kebersamaan dengan suasana alam terbuka, di temani bintang gemintang dan dinginnya malam. tertawa bersama, bercerita dan pastinya menikamti keindahan alam raya indonesia.

Thanks kepada sahabat yang sudah berbagi dan menikamti dinginnya gunung Papandayan, Kang Obi, Kang Sob, P(f) Bang Togi Tambunan, ayah Rusmayadi, Mejri omed, Agung, Coky, Licha dan Amin Mubarak

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun