Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Studi Banding Butuh Tanding

3 Desember 2011   13:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:52 4212 2
Studi Banding (comparison study) adalah sebuah konsep belajar yang dilakukan di lokasi dan lingkungan berbeda yang merupakan kegiatan yang  lazim dilakukan untuk maksud peningkatan mutu, perluasan usaha, perbaikan sistem, penentuan kebijakan baru, perbaikan peraturan perundangan, dan lain-lan. Kegiatan studi banding dilakukan oleh kelompok kepentingan untuk mengunjungi atau menemui obyek tertentu yang sudah disiapkan dan berlangsung dalam waktu relatif singkat. Intinya adalah untuk membandingkan kondisi obyek studi di tempat lain dengan kondisi yang ada di tempat sendiri. Hasilnya berupa pengumpulah data dan informasi sebagai bahan acuan dalam perumusan konsep yang diinginkan. Dalam tulisan ini penulis mencoba mengulas secara singkat salah satu agenda favorit setiap anggota legislatif kita yang tentunya sangat menarik untuk dikaji dari tingkat efektivitas yang meliputi manfaat  untuk perkembangan sebuah negara atau daerah. Berbicara dalam lingkup Propinsi Aceh maka penulis mencoba memberikan narasai dan deskripsi untuk permasalahan ini. Mengapa ini penting?  Tidak hanya dana besar milik rakyat yang tersedot untuk kegiatan tersebut, tetapi juga rangkaian kegiatan yang mereka lalui ketika proses studi banding itu dilakukan. Beberapa hal tentu wajib hukumnya diumumkan kepada khalayak ramai. Apa yang telah anggota legislatif dapatkan di daerah yang menjadi tujuan studi banding itu seharusnya memberi pelajaran bagi pengembangan daerah Aceh. Namun yang terjadi selama ini adalah para anggota legislatif Aceh terkesan tertutup untuk informasi-informasi penting yang terekam oleh mereka selama kegiatan studi banding tersebut. Publikasi dari kegiatan studi banding itu sangatlah kita butuhkan. Sebagai konstituen tentu saja kita semua ingin melihat kinerja sepatutnya dari para wakil kita di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Studi banding yang dilakukan sebenarnya memiliki tujuan dasar yaitu belajar pada sebuah daerah lain yang telah maju dalam menerapkan pembangunan sehingga masyarakat di daerah tersebut pun sejahtera. Jika, para anggota legislatif Aceh yang telah melakukan studi banding ke berbagai daerah lain di Indonesia atau pun ke Kota lain yang ada di Luar Negeri tidak memberi dampak apa-apa bagi pembangunan di Aceh yang ujung-ujungnya tidak berdampak positif bagi masyarakat Aceh itu sendiri, maka kegiatan studi banding yang dilakukan oleh anggota dewan terhormat tersebut adalah bentuk pemborosan uang rakyat. Hal ini tentu saja tidak terjadi sekali dalam lima tahun keanggotaan mereka, tetapi terjadi berulang-ulang yang tak menuai hasil apapun. Bisa dibayangkan berapa besar dana yang tersedot untuk kegiatan yang tak bermanfaat tersebut? Penting atau sekedar akal-akalan? Contoh penolakan terhadap hasil studi banding yang dilakukan oleh anggota Legislatif Aceh adalah ketika pada hari Kamis (3/3/2011) sebagaimana dirilis oleh Harian Aceh, para aktivis antikorupsi Aceh mendesak anggota Pansus X, XI, XII DPRA tahun 2010 mengembalikan dana yang terpakai untuk studi banding ke kas negara. Pasalnya, studi banding dengan dalih untuk mempercepat pengesahan qanun ternyata tidak berhasil mereka wujudkan. ”Rakyat berhak menggugat dan meminta mereka untuk mengembalikan dana yang sudah diambil dan dipakai, sebab tugas dan tanggung jawab untuk mempercepat pengesahan qanun tidak berhasil mereka lakukan. Ini pelanggaran hukum, karena dapat disimpulkan bahwa proyek qanun tersebut gagal dan fiktif,” kata Koordinator Gerak Aceh Askhalani ketika itu. Studi banding yang dilakukan oleh anggota dewan itu semuanya dibiayai negara, mulai dari tiket, akomodasi, konsumsi hingga uang saku masing-masing anggota pansus. Biaya yang dikeluarkan sangat besar. Andaikan kegiatan itu berguna untuk kemaslahatan hidup semua masyarakat Aceh tentu kita semua harus mendukung. Namun jika efek yang ditimbulkan oleh pelisiran mereka tak membawa hasil apa-apa maka kita sebagai pihak yang berperan penting menempatkan mereka disana wajib menuntut pertanggungjawaban mereka, dan bila perlu meminta mereka untuk segera “lengser ke prabon” alias mundur saja dari keanggotaan dewan perwakilan rakyat Aceh! Untuk apa agenda studi banding itu dilakukan jika hanya sebagai ajang menghabiskan anggaran daerah Aceh saja? Sudah saatnya semua anggota dewan Aceh, baik dari tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan di tingkat Propinsi harus dapat mengahasilkan produk-produk legislasi yang baik setelah melakukan studi banding ke daerah lain di Indonesia maupun ke luar negeri. Karena jika tidak, masyakat Aceh harus akan melakukan kegiatan lain sebagai proses tandingan. Semoga! ***Tulisan ini juga dimuat di Media Online; The Globe Journal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun