Nama Reviewer : Ari Irmansyah
STB/Absen : 4415/08
Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H.,M.H
Jurnal I
Judul : Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukuman Mati dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Nama Penulis : Grenaldo Ginting
Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun terbit : Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, Volume 5 Number 1 Tahun 2023
Link Artikel : https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/2442/1304
Pendahuluan
Latar Belakang (Isu/masalah Hukum) Â : Artikel yang berjudul "Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukuman Mati dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi" yang membahas tentang penerapan Undang-undang 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Nomor 20 Tahun 2001, serta untuk mengetahui kajian hukum penerapan ketentuan hukuman mati dalam undang-undang tindak pidana korupsi.
Konsep teori dan Tujuan Penelitian  :
Konsep teori yang dibahas dalam jurnal ini adalah kajian hukuman pidana mati bagi pelaku tindak korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif dengan mengkaji beberapa pasal dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengaturan sanksi pidana mati di dalam UU PTPK tercantum di dalam Pasal 2 ayat (2) nya yang merumuskan "dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan". Dari rumusan pasal ini terlihat bahwa untuk dapat diterapkannya Pasal 2 ayat (2) UU PTPK diwajibkan terlebih dahulu untuk memenuhi ketentuan yang terdapat di dalam rumusan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK. Keadaan tertentu yang dimaksud adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Tujuan penelitian ini ialah mencari serta menemukan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dalam penerapan pidana hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan kajian terhadap UU PTPK.
Metode Penelitian Normatif
- Objek penelitian :
Objek penelitian dalam jurnal ini adalah ketentuan hukuman pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi sesuai UU PTPK. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif dengan mengkaji beberapa pasal dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pelaksanaan hukuman pidana mati bagi koruptor ukuman mati hendaknya hanya dijatuhkan pada bentuk korupsi yang paling jahat dan berdampak luas, dan perumusannya harus jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan multitafsir dan keragu-raguan dalam penerapannya. Namun dalam penegakan juga masih sering mengalami perdebatan karena terhalangi oleh persoalan HAM, khususnya hak hidup dapat ditegakkan.
- Pendekatan penelitian :
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif dengan mengkaji beberapa pasal dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta kaitannya dengan Undang-undang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang merumuskan bahwa: "Indonesia adalah negara hukum". Konsekuensi negara hukum adalah adanya perlindungan HAM, termasuk pula hak untuk hidup.
- Jenis dan sumber data penelitian :
Jenis data penelitian dalam jurnal ini adalah data sekunder yang bersumber dari beberapa pasal dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta literatur terkait dengan pidana hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan dokumen-dokumen seperti Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 3/PUU - V/2007 pada intinya menyatakan hukuman mati terhadap kejahatan yang serius merupakan bentuk pembatasan hak asasi manusia. Kemudian pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di mana hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
- Teknik pengumpulan, pengolahan dan analisis data :
Teknik pengumpulan data dalam jurnal ini adalah dengan mengumpulkan data sekunder dari beberapa pasal dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta literatur terkait pidana mati bagi pelaku tindak korupsi, Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 3/PUU - V/2007 pada intinya menyatakan hukuman mati terhadap kejahatan yang serius merupakan bentuk pembatasan hak asasi manusia. Kemudian pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di mana hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberataan Tindak Pidana Korupsi.
Teknik pengolahan dan analisis data dalam jurnal ini dilakukan dengan cara mengelola dan menganalisis bahan yang telah terkumpul kemudian dilakukan pembahasan dengan cara menguraikan bahan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Tipe penelitian yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statutory approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Hasil penelitian pembahasan dan Analisis :
Secara tegas hal tersebut diakui dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Kondisi ini yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengupayakan berbagai upaya pemberantasan korupsi. Beberapa kasus menonjol (kasus selebriti) yang mendapat perhatian besar masyarakat, dan membutuhkan upaya dan kerja keras aparat penegak hukum untuk mengungkapnya adalah antara lain kasus korupsi pajak, proyek Hambalang, simulator SIM, dan impor daging sapi, yang melibatkan pegawai pajak, anggota DPR, pejabat Polri, petinggi partai politik, bahkan menteri.
Kondisi ini dengan sendirinya menempatkan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra Ordinary Crime) yang harus ditanggulangi dengan cara-cara yang ekstra.3.2.Eksistensi Ancaman Pidana Mati dalam UU Pemberantasan TP Korupsi, Hukuman mati diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan, demikian bunyi Pasal 2 ayat 2. Apa maksud keadaan tertentu pada pasal tersebut dijelaskan lebih jauh dalam bab penjelasan Undang-undang tersebut undang - undang yang berlaku, yaitu keadaan saat terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter, demikian bunyi penjelasan dari Pasal 2 ayat 2 tersebut. Ancaman hukuman mati dalam Pasal 2 ayat 2 itu sampai saat ini belum pernah didakwakan ataupun menjadi landasan vonis hakim.
Dari aspek Hak Asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 3/PUU- V/2007 pada intinya menyatakan hukuman mati terhadap kejahatan yang serius merupakan bentuk pembatasan hak asasi manusia. Catatan: Pelanggaran HAM. Selain itu, Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa Tentang Hukuman Mati Dalam Tindak Pidana Tertentu menegaskan bahwa Islam mengakui eksistensi hukuman mati, dan negara boleh melaksanakan hukuman mati kepada pelaku kejahatan pidana tertentu. MUI tidak menerangkan juga bahwa dalam hukum Djinayah (hukum syariah) terdakwa yang diancam pidana mati dapat membayar diyat (uang santunan) dan memperoleh ampunan dari keluarga. korban, tidak dipidana mati. Kedua pernyataan di atas secara tegas mengindikasikan bahwa penjatuhan pidana mati bukanlah sesuatu yang secara dikotomi dan harus dipertentangkan dengan hak-hak untuk Rancangan undang-undang KUHP8 yang diserahkan oleh Pemerintah kepada DPR RI, hidup sebagai non-derogable right dari sudut hak asasi manusia. Meskipun demikian, perdebatan tentang pidana matiakan tetap dilakukan, karena secara konstitusional, UUD RI 1945 secara tegas memberikan perlindungan terhadap hak asasimanusia, dan karena itu, pengambilan hak hidup seseorang, apapun bentuknya merupakan pelanggaran terhadap hak tersebut. Perdebatan tentang pidana mati juga tetap beralasan, karena realitanya, secara internasional dan regional, negara-negara didunia sedang digiring untuk berada dalam satu pemikiran tekait pidana mati.
Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemidanaan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi harus dicermati dengan baik karena ada nya ketimpangan antara penegakan hukum dengan hak hidup seseorang.
Kelebihan Artikel  :
- Jurnal ini membahas perspektif hukum dan etika terkait dengan penerapan hukuman mati dalam konteks korupsi. Ini termasuk pertimbangan hukum internasional dan norma-norma etika yang terlibat dalam pengambilan keputusan semacam itu. Hal itu dapat menjadikan pertimbangan dalam penegakan hukum ataupun pembuatan kebijakan terkait pidana hukuman mati kasus korupsi.
- Penulis menganalisis dampak dari penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi, termasuk dampaknya terhadap pencegahan tindak pidana korupsi dan efektivitas hukuman dalam membendung praktik korupsi.
- Terdapat perbandingan hukum dan norma, yang membandingkan penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi dengan hak asasi manusia. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah pendekatan hukum normatif yang memungkinkan peneliti untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, dan doktrin-doktrin hukum yang relevan untuk menjawab isu hukum yang dihadapi.
- Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari beberapa pasal dalam Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta literatur terkait dengan pelaksanaan pemidanaaan bagi pelaku tindak kasus korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini didukung oleh data yang kuat dan relevan.
- Teknik pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang digunakan dalam jurnal ini sangat sistematis dan terstruktur. Peneliti mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber, kemudian melakukan pengolahan dan analisis data dengan cara mengelola dan menganalisis bahan yang telah terkumpul kemudian dilakukan pembahasan dengan cara menguraikan bahan.
Kekurangan Artikel  :
- Kurangnya kajian data terkait pelaksanaan hukuman pidana mati bagi pelaku tindak korupsi yang sudah dilakukan di luar neger ataupun dalam negeri.
- Penting untuk diingat bahwa isu hukuman mati dalam kasus korupsi adalah topik yang kompleks dan kontroversial. Setiap negara memiliki pandangan dan pendekatan yang berbeda terhadap isu ini, dan kajian hukum terus berlanjut untuk mengevaluasi dampak dan kekurangannya dalam konteks masing-masing negara.
- Kajian hukum tentang hukuman mati dalam kasus korupsi seringkali menciptakan ketidakpastian hukum. Hal ini terutama terkait dengan penentuan kapan dan bagaimana hukuman mati diberlakukan, sehingga dapat mengakibatkan interpretasi yang berbeda-beda.
Saran  :
- Dapat mempertimbangkan dengan mencantumkan beberapa peraturan serta kasus yang terjadi di luar negeri yang berkaitan dengan penegakan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi.
- Penelitian ini dapat memberikan rekomendasi yang lebih spesifik dan terperinci untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum seperti faktor kerugian, keadaan serta hak asasi yang melekat.
- Perlu nya analisis lebih mendalam mengenai ketidak sesuaian antara penegakan HAM serta pidana mati bagi korupsi yang nyatanya koruptor tersebutlah yang sudah melanggar HAM.