Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Artikel Utama

Setelah Sidak KRL, lalu Tindak Lanjutnya Apa?

22 Januari 2012   14:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:34 697 0
  1. Menginstruksikan PT. INKA untuk mendesain gerbong KRL double decker seperti yang dibuat oleh PT. Alstom dan Bombardier  dan di gunakan secara massal oleh perusahaan KA SNCF di Perancis. (gambar 1 dan 2). Melihat dan merasakan sendiri KA  double decker buatan Perancis, tinggi setiap lantai bila dibandingkan dengan KRL produksi Jepang lebih rendah (gambar 7), sehingga tinggi total gerbong tidak menjulang dan tidak perlu meninggikan tiang listrik yang ada di sepanjang jalur KA. Dilihat dari tinggi peron-peron yang ada di stasiun Perancis lebih rendah dibandingkan dengan peron yang ada di Indonesia, sepertinya gerbong  double decker tidak menggunakan chasis, karena setelah pintu masuk, desain gerbongnya  low floor alias lantai menuju kompartemen terdapat tangga untuk turun menuju kursi  (desainnya seperti bus tingkat yang pernah melayani Jakarta).
  2. Memperbaharui persinyalan yang digunakan oleh seluruh kereta api. Semenjak perubahan persinyalan dari mekanik menjadi elektrik, PT KAI belum pernah merubah dan memperbaiki persinyalan. Dan sepertinya juga tidak mempunya sistem cadangan apabila persinyalan utama gagal beroperasi, dilihat dari mandeknya semua kereta api berjam-jam di stasiun apabila terdapat gangguan sinyal di pusat pengedali persinyalan di stasiun Manggarai (gambar 4).
  3. Melakukan spin off (pemecahan perusahaan) PT. KA menjadi beberapa perusahaan, sehingga setiap perusahaan dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan mengevaluasi diri apabila perusahaan merugi, mau di tutup atau di restrukturisasi. Saat ini di PT. KAI beberapa divisi yang menguntungkan menyubsidi divisi yang merugi, sehingga laporan keuangan PT. KAI setiap tahunnya adalah RUGI.
  4. Membedakan jalur dan stasiun antara KA jarak jauh dengan KA komuter, sehingga headway (waktu antara keberangkatan KRL) setiap KRL meningkat. Yang terjadi saat ini adalah digabungnya fungsi stasiun antara komuter dengan jarak jauh, dan malang nasibnya penumpang KRL komuter menjadi warga kelas tiga apabila memasuki stasiun yang terdapat pemberhentian KA jarak jauh. Lebih ideal lagi menurut saya pribadi, stasiun KA jarak jauh terdapat di stasiun terluar dari stasiun Jabodetabek, seperti konsep terminal tipe A (terminal antar kota dan antar propinsi) yang digunakan oleh angkutan jalan raya.
  5. Sterilisasi stasiun KA. Hasil dari  konsep (studi preliminasi) awal yang diajukan oleh konsultan JICA sebelum pembangunan "lift-up" jalan rel sepanjang Manggarai-Kota adalah menghindari perlintasan sebidang dengan jalan raya (akan meningkatkan headway) dan melakukan sterilisasi penumpang yang akan naik KRL, sehingga semua penumpang membayar tiket sehingga dana yang didapat dari penumpang optimum untuk melakukan pengembangan lebih lanjut.
  6. Setelah spin off diatas,  PT. KAI yang memiliki lahan tanah dan bangunan terbesar  juga harus bisa memanfaatkan keuntungan diluar jasa perkeretaapian. Contohnya perusahaan kereta api di Jepang, keuntungan dari jasa non perkeretaapiannya lebih tinggi dibandingkan dengan jasa perkeretaapiannya dengan cara memanfaatkan setiap jengkal tanah dan bangunan yang dimilikinya untuk kepentingan komersial.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun