Pepatah kita mengatakan bahwa Tidak rotan akar pun jadi. Urang awak tidak kehabisan akal, tak bisa biji, daun pun jadi, entah siapa yg memulai, untuk melepas kerinduan minum kopi urang awak membuat minuman kopinya dari daun kopi, yang disini dinamakan “Minum Kawa”.
Minum Kawa juga berarti beristirahat setelah bekerja disawah atau diladang, pada waktu mana si isteri membawakan minum kawa dan makanan kecil seperti goreng ubi untuk sang suami yg telah penat bekerja sambil mauduik (merokok).
Setelah Indonesia Merdeka, biji kopi mulai dibuat menjadi kopi bubuk, yang dengan kemajuan zaman, kopi bubuk bisa diolah menjadi berbagai minumn dengan berbagai campuran, hingga lama kelamaan Minum Kawa jadi terpinggirkan.
Sifat manusia yg cepat bosan menimbulkan inspirasi bagi entrepreneur di Ranah Minang, kalau dulu Minum Kawa dibuat untuk kepentingan pribadi dan tidak diperdagangkan, sekarang Minum Kawa dijadikan komoditi dagang sebagai pelengkap jualan utama yaitu goreng-gorengan, seperti yg saya lihat disepanjang jalan antara Batusangkar – Bukittinggi, tepatnya di Nagari Tabek Patah (16 KM dari Kota Batusangkar), kecamatan Salimpauang, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat, bermunculan seperti cendawan tumbuh apa yg mereka namakan Pondok (Warung) Goreng, yg dilengkapi dg Minum Kawa.