Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Arti Seorang Sumitro

26 Januari 2023   14:19 Diperbarui: 26 Januari 2023   14:27 246 0
Tahun ini adalah tahun kelima untukku sebagai seorang perantau dari tanah Sumatera di sini.  Kota Pendidikan yang berpredikat Yogyakarta berhati nyaman.

Setelah aku menamatkan sekolahku di sebuah sekolah Kader di sebuah Gang yang terkenal dengan toko aksesoris bernama Ciko. aku melanjutkan mimpiku untuk sekolah ke luar negri lebih tepatnya ke Mesir. aku ingin sekali melanjutkan sekolah di sana. barangkali karena aku ingin mendapatkan laki-laki seperti Fahri dalam Novel  Ayat-ayat Cinta. sungguh keinginanku sangat polos dan bahkan sangat naif.

selama satu tahun terakhir aku sangat serius menghafalkan Al-Qur'an. sebuah keharusan bagi mereka yang ingin melanjutkan studinya di Al Azhar untuk bisa memiliki hafalan setidaknya 1 juz. semua itu entah bermula dari mana aku tidak tahu. yang jelas aku ingin sekali menginjakkan kakiku di negeri para Nabi itu.

keinginanku ke sana bermula dari keinginanku untuk menyusul salah seorang Imam Masjid di kampung Halamanku yang tanpa kusadari telah aku cintai dalam diam dan dalam tindakanku.

saat itu, saat aku masih berstatus sebagai siswa madrasah. aku pulang kampung mengunjungi kakekku yang sudah sakit-sakitan. salah seorang adik ibuku berujar bahwa telah datang seorang PNS yang hendak meminangku, bahkan ia bersedia dan tidak keberatan untuk menungguku sampai aku selesai kuliah.
hatiku bergemuruh, lazimnya seorang anak perempuan di kampung halamanku apabila datang seorang laki-laki meminang dengan kesiapan dan kesejahteraan yang ia miliki tentu akan disambut dengan tangan terbuka. dan hati gembira.

tapi tidak denganku, aku justru sebaliknya. hatiku teramat marah dan kesal. mengapa demikian. karena aku merasa dipermainkan. ya aku merasa dipermainkan.

begini kisahku, Aku adalah cucu kedua dari keluarga Nyonya Leman. keluarga Nyonya Leman memanggilku Alisa. Nyonya Leman adalah Nenekku dari garis Ibu.

Nyonya Leman seorang perempuan kaya di perkampungan Jawa di Tanah Sumatera. Nyonya Leman masih bergaris  keturunan Bangsawan Kesultanan Solo  dan Melayu Kalimantan melalui jalur Ibunya. Nyonya Leman menguasai banyak perkebunan cengkeh, kelapa, kakau, lada, pala dan beraneka kebutuhan rempah lain yang diminati oleh para Irlander.

Namun kekayaan Nyonya Leman seiring waktu tidak bertahan lama. Nyonya Leman harus menyekolahkan ke enam anaknya di perguruan tinggi. Nyonya Leman sadar ia menikahi seorang suami yang baik perilaku tapi sedikit harta bendanya. ia lakukan itu hanya demi tidak disakiti.

Nyonya Leman lebih memilih Bapak Sukaca yang berprofesi sebagai guru. sudah barang tentu seorang guru akan selalu mengutamakan pendidikan dari pada yang lain. Pendidikan bagi pribumi sesuatu yang mewah. jika memilih pendidikan itu artinya siap berkorban untuk kehilangan harta. itulah mengapa bapak Sukaca tidak berada tapi disegani dan dihormati karena kehalusan Budi pekerti.

Ibuku adalah satu-satunya anak yang tidak berkuliah dari 6 saudaranya. bukan karena tidak memiliki uang untuk membayarnya. Ibuku tidak mampu mendengar dengan baik sejak kecil. meski orang-orang di kampung halamanku menganggap keluarga Ibuku, Nyonya Leman cukup mapan tapi ternyata tidak. Keluarga ibuku tidak mampu membayar pengobatan untuk Ibuku. atau mungkin kesehatan belum secanggih sekarang. Ibuku adalah anak kembar. kepercayaan di kampung halamanku, anak kembar yang memiliki status 'jelek' harus dirawat oleh orang tuanya sendiri dan kembaran yang memiliki kualitas yang lebih bagus harus dirawat oleh pihak nenek.

Ibukku disebut berkualitas jelek, rasanya hatiku bergemuruh marah. teganya memandang ibuku begitu. aku akan tunjukan bahwa hal itu salah.

Ibuku Menikah dengan pemuda miskin yang tidak memiliki apa-apa bahkan tanah sejengkal pun tak punya. bagaimana orang menikah dan tidak punya sejengkal tanah. mau membangun rumah tangga seperti apa.

Dari sekian saudara ibuku. Pernikahan ibuku adalah satu-satunya pernikahan yang tidak memiliki bukti fisik sebuah foto. sehingga aku mencurigai, hubungan pernikahan ibukku tidak direstui oleh Nyonya Leman.

Itulah mengapa aku sangat sensitif sekali terhadap pernikahan. aku bahkan masih sangat belia usiaku baru 17 tahun. Aku bahkan belum tamat sebagai siswi tingkat Aliyah.

 Hal lain yang lebih menyebalkan lagi bagiku adalah ketidakpekaan ku, kepolosanku, ketidaktahuanku sendiri.  Jika aku telah didekati oleh Sumitro maka aku pun tidak tahu. Aku Bahkan tidak tahu kalau Sumitro sengaja menjadi Guru Sekolah Dasar yang sudah  memyandang gelar PNS hanya demi lebih dekat secara latar belakang dengan kakekku Bapak Sukaca.

Sumitro juga  memiliki rumah dan kendaraan yang layak.  Kerap kali setiap aku pulang dari mengaji di masjid ia selalu berjalan di belakangku. Kebetulan rumah kami tidak begitu jauh. Rumah kami hanya berjarak empat rumah saja.

Aku gadis kecil yang polos. Aku pikir tidak ada artinya bila setiap aku selesai pulang mengaji pulang bersama.  Karena memang Sumitro sudah biasa ke Masjid sedari dulu.

 Aku pikir juga tiada artinya bila ia menanyai bagaimana aku mengalami kesulitan dalam bersekolah terutama komputer. Saat itu masih jarang buku tentang komputer. Dengan sukarela ia membawakan buku komputer itu selepas isya sehabis aku selesai mengaji di masjid.

Aku pikir tidak ada artinya saat ia bercerita kepada teman-temannya di serambi Masjid.  ia bercerita sembari menunggu iqamat.  Ada salah seorang muridnya yang sangat mirip denganku.
sehingga hal itu membuatnya selalu ingat denganku. Aku terlalu kecil untuk mengerti semua perhatian dan kebaikan budinya.

Aku kira semua itu hanya sebatas kebaikan Budi tanpa ada maksud lain. tapi ternyata setelah aku dua tahun merantau meninggalkan kampung halamanku. ia telah datang menemui bibiku mengutarakan isi hatinya bermaksud untuk meminangku.

aku merasa dibohongi dengan semua kebaikan budinya. aku merasa ditipu. aku merasa bodoh mengapa aku sampai tidak tahu.

Bukankah memang begitu, bila kita mencintai kita selalu ingin memberi tanpa pamrih. Bukankah memang begitu bila kita mencintai kita akan lebih memperhatikan dan memikirkan seseorang dari orang lain. Bukankah semua itu memang begitu.

Bukankah sebenarnya aku marah karena aku terlambat mengetahui jika Sumitro benar-benar tulus mencintaiku dan justru aku malah pergi mengabaikannya karena kepolosanku yang menginginkannya tidak lebih dari seorang kakak dan adik.

Aku mengharapkan cinta murni dan tulus layaknya kakak dan adik tapi tidak mungkin ada sebuah ikatan kakak adik di antara pria dan wanita yang tidak memiliki hubungan darah.

 Sumitro menginginkan hubungan ini tidak sekedar perasaan mencintai yang murni layaknya seorang kakak dan adik. ia menginginkan hubungan cinta yang dewasa antara pria dan wanita.

Masalahnya aku tidak bisa. hal itu terlalu mendadak dan tergesa-gesa. Sumitro maafkan aku, ku ceritakan semua ini kepada Musni, karibmu Sang Imam Masjid kampung kita.

Bersambung


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun