Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosok

Perjalanan Menuntut Ilmuku

19 Januari 2023   21:49 Diperbarui: 19 Januari 2023   21:53 176 2
Ceritanya dulu. aku sebagai anak daerah nun jauh di sana. pertama kali mendengar Buya Hamka saat usia menginjak 15 tahun. Buya Hamka namanya masyhur untuk masyarakat Sumatera.  Buya Hamka terkenal sebagai ulama Padang Panjang. sehingga pada masa memilih sekolah, Bayangan Buya Hamka menginspirasi dan berakhir pada sebuah sekolah di gang sempit Suronatan Yogyakarta.  pada awalnya Diniyah Putri menjadi rujukan pertama.  yah Ayahku memiliki cita-cita anak perempuannya bisa seperti Hamka. hahaha itulah yang aku rasakan saat aku mendengar keterangan ayahku di ruang kantor Diniyah Putri Lampung saat itu.

meski tidak jadi di Diniyah Putri Semangat Buya Hamka seakan berada di bawah alam sadarku. sebagai bocah ingusan yang berani merantau meninggalkan kampung halamannya demi mencari tahu siapa itu Hamka.

berjalannya waktu, saat aku mengikuti dauroh untuk persiapan melanjutkan studi ke Timur Tengah, aku mengenal Sosok Hamka yang lain. selain karya Tafsir Al Azhar miliknya. aku mendengar dengan seksama saat itu dan aku tidak salah dengar sungguh aku memperhatikan dengan amat.  Im not only  hear but also Listen. Hamka sosok ulama yang banyak mendapat kritik karena membuat kisah novel yang bergenre roman.

aku terbelalak. saat itu aku merasa sangat mengenal Hamka, ternyata tidak. hahaha. gagal sudah aku mengikuti tes untuk melanjutkan studi ke Timur Tengah. tesnya boleh gagal tapi semangat belajar tak boleh tertinggal. akhirnya diri ini beralih haluan ingin menjadi seperti Hamka, tapi Hamka sang Novelis. karena jika menjadi Hamka sang Ulama, belajarnya berat. hahaha

walhasil puncak kegirangan dan pencapaian tertinggi ku sebagai seorang Elizza saat tahun 2011adalah aku mampu membaca karya Hamka seperti di bawah naungan Ka'bah, Tenggelamnya Kapal vander wick terbitan tahun lama pokoknya. sampulnya saja sudah usang. kertasnya juga sudah kuning khas buku dulu yang beraromakan lemon dan garam.
 
aku yang selama ini hanya mendengar tentang kehebatan dan karya-karya Hamka. saat itu aku benar-benar memegang di hadapanku novel-Novel Hamka. Allahu Akbar. sebuah karya yang sudah berpuluh-puluh tahun dan aku bisa membacanya dengan teks aselinya menggunakan ejaan Melayu Tempoe Doeloe. Itulah mengapa meski aku belum bisa mendalami atau bahkan sekedar mencintai Al-Qur'an secara lebih tulus aku sadar, bahwa Alquran itu  Masya Allah, tidak berubah satu huruf pun semenjak ayat itu diturunkan dan sampai saat ini entah sudah berapa ribu tahun. melalui karya Hamka aku bisa sedikit memahami apa itu "mukjizat Alquran" yang terpelihara di sisi Allah.



Berbicara tentang Alquran, hal itu membuatku sedikit ingin tahu lebih jauh lagi tentang Kiai Munawwir. selama ini aku hanya berteman dengan beberapa alumni dari Ma'hadnya. dan selama aku berteman dengan beberapa kolega, mereka belum menceritakannya.  lebih tepatnya aku belum bertanya. berbeda dengan sebelumnya hari ini adalah titik awal aku mendengar Kiai Munawwir dituturkan langsung oleh muridnya.   dan beginilah kisahnya.

Hari ini adalah hari pertamaku, seseorang sedikit menceritakan tentang Kiai Munawwir. hari ini aku merasa sangat beruntung lagi puas. Guru ngajiku ternyata juga Alumni dari Krapyak. aku sudah sedari dulu ingin belajar.mengaji di sana. terkait masalah perbedaan Fiqh saat itu membuatku mengurungkan niat di sana. tapi aku tahu itu bukanlah sebuah alasan. aku benar-benar ingin belajar di Krapyak. karena aku rindu suasana membaca kitab dan mengaji seperti guru ngaji di kuping halamanku. Haji Abdul Jamil Rahimahullah. Kiai Munawwir adalah tokoh pertama Indonesia yang bisa mendapatkan lisensi bacaan Alqurannya melalui jalur imam Hafs. selama ini aku hanya tahu Kiai Munawwir adalah seorang leksiograf, Penulis Kamus.  hari ini cukup ini dulu sebagai pengantar kisahku dalam menuntut ilmu

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun