Konflik antara Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan juga Setia Hati Winongo (PSHW) bermulai pada saat dua murid kesayangan dari Ki Soero Diwiryo melulai pemecahan dari Setia Hati yang kemudian terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Ssetia Hati Winongo yang masih atau tetap berpusat di Kelurahan Winongo sedangkan Setia hati Terate berpuat pada daerah Pilangbango Madiun. sehingga pada akhirnya konflik yang siebabkan oleh kedua murid tersebut merambat sampai kepada rasa penuh dengan kebencian. konflik ini terjadi karena kedua perguruan yaitu PSHT dan PSHW saling mengklaim bahwa nilai ideologi yang benar dan juga yang paling baik adalah masing-masing dari perguruannya. aliran-aliran Setia Hati yang lahir terjadi karena terdapat perbedaan pandangan terkait dengan prinsip dan juga strategi dalam mengembangkan perguruan tersebut. perbedaan diantaranya adalah Ki Ngabehi mengembangkan aliran Setia Hati dengan prinsip yang ia miliki.
Berbeda dengan Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang mendirikan persaudaraan Setia Hati terate karena ia merasa dengan itu nantinya akan lebih bisa diterima dikalangan masyarakat luas dan lebih moderat dan pengasuh dari Perguruan Setia Hati Tunas Muda Winongo yaitu R Djimat Hendro Soewano yang berusaha untuk mengembangkan diri dan prinsipnya ini berbeda dengan prinsip persaudaraan oleh Setia Hati Terate yang ingin menerapkan sistem tradisi lama. Maka dari itu terjadilah konflik persaudaraan diantara keduanya. Konflik ini sering pada puncaknya yaitu ketika pada tahun baru islam, karena PSHT dan PSHW berasal dari satu guru yang sama, adat yang sama itu adalah, adat ziarah ke makam pendiri dan sesepuh.
Lantas, konflik berkepanjangan ini mendapat perhatian masyarakat di seluruh Indonesia, terutama khususnya di wilayah Madiun. Banyak resolusi konflik yang di usulkan untuk mengatasi konflik antara PSHW dan PSHT sendiri. Salah satunya adalah dengan memperketat pengamanan saat tahun baru islam.
Namun, bagaimana konflik ini bisa bertransformasi menjadi sebuah resolusi yang preventif? Konflik preventif sendiri bisa di transformasikan menjadi budaya, kolaborasi budaya antara PSHT dan PSHW bisa dilakukan dengan cara, menyelenggarakan acara budaya sebagai langkah preventif, yaitu dengan menggabungkan acara budaya pencak silat pada saat tahun baru islam, dengan memperkenalkan budaya dari kedua perguruan pencak silat tersebut.