Di era 1990-an, bagi banyak anak sekolah, pembagian rapor adalah salah satu momen yang paling mendebarkan dalam tahun ajaran. Tidak hanya menjadi evaluasi akademik, rapor juga menjadi tolok ukur bagaimana seorang siswa dipandang oleh guru, teman, dan terutama orang tua. Bagi mereka yang berprestasi, perhatian tertuju pada peringkat di kelas. Namun, bagi siswa dengan kemampuan akademik menengah ke bawah, perhatian justru pada warna merah yang mungkin muncul di rapor. Nilai merah tidak hanya menunjukkan ketertinggalan dalam pemahaman pelajaran, tetapi juga membawa stigma sosial, baik di lingkungan sekolah maupun keluarga.
KEMBALI KE ARTIKEL