Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Belajar dari Jepang, Jangan Belajar Doank!!

17 Maret 2011   07:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:43 794 3
Itulah keyword yang top markotop saat ini. TV dan media lain termasuk para blogger pun menggunakan kata kunci itu. Ya, belajar adalah pekerjaan yang mulia. Apalagi kepada bangsa yang termasuk sukses di dunia. Tidak ada salahnya. Meski kadang puja puji sedikit melecehkan bangsa sendiri yang dianggap "kurang maju" dibanding  Jepang.

Banyak ditemukan kata-kata seperti ini : "kalau di Jepang, masyarakatnya tertib, di kita malah saling berebut". Trus, "kalau Anda parkir kendaraan di Tokyo dan kunci kontak lupa dicabut, dijamin kendaraan gak akan hilang". Mungkin Anda punya stok puja puji yang lain, silakan tulis di kolom komentar di bawah.

Kali ini kita coba melihat dari segala sisi. Pertama kali mengenal Jepang, mungkin di antara kita tau dari kakek atau nenek. Nenek saya bercerita, pada tahun 1942 di Painan ( Sumatra Barat ), tentara Jepang memerintahkan untuk mengumpulkan beras dari setiap rumah. Setelah terkumpul, beras malah dibuang ke laut oleh mereka.

Ketika SD, saya mulai mengenal Jepang dengan program Restorasi Meiji-nya. Saya mulai salut. Namun ke-salut-an saya sempat terhenti ketika di koran lokal saya membaca cerita bersambung  berjudul "Tikam Samurai", di mana kisahnya bermula dari kekejaman tentara Jepang yang memperkosa dan membunuh satu keluarga di pedalaman Minangkabau.

Ketika SMA, saya sudah sering ke bioskop. Salah satu film yang saya tonton adalah Budak Nafsu. Lagi-lagi bercerita dengan latar belakang kekejaman tentara Jepang. Fasis. Saya juga membaca koran yang mengulas  pro kontra rakyat Indonesia ketika terjadi Peristiwa Malari, lagi-lagi berhubungan dengan Jepang.

Ini yang paling parah. Ketika dewasa, saya ditawarin makan Miyabuih ( Mie Rebus ). Sampai di kantin, teman saya bukannya pesan mie rebus, eh malah sedikit ngumpet di pojok kantin sambil memerintahkan saya untuk menyalakan Bluetooth hape. Astaga, rupanya Miyabuih yang dimaksud adalah video porno dengan bintang porno Jepang, bernama Miyabi atawa Maria Ozawa. Stop, ilustrasi cukup sampai di sini !!!

Singkat cerita, postingan ini hanya berpesan supaya mengambil yang baik-baik dari bangsa manapun. Dari Iran, kita boleh kok mengagumi Ahmadinejad yang berani diskusi terbuka dengan kalangan kampus di Amerika Serikat tanpa takut dibunuh atawa ditangkap. Padahal, tuduhan terhadap dia sangat berat. Bandingkan dengan Presiden negara lain yang ketauan ngumpet-ngumpet ketika berkunjung ke negri orang. Kok malah Iran sih ? Penulis ini gimana, ntar dikomplain sama yang anti Iran lho. Baiklah, saya lupa , kembali ke Jepang.

Dari Jepang kita bisa belajar :

1. DISIPLIN, disiplin belajar, membaca, bekerja, hampir di semua lini. Anda yang suka memuji, sudahkah dipraktekkan pada diri dan keluarga Anda ?

2. RAJIN, artinya tidak malas. Malas pangkal bodoh.

3. GIGIH, SEMANGAT TINGGI, PERSISTENSI, jangan hanya membaca Naruto dan One Piece doank, sudahkah dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari ?

4. JUJUR, di Indonesia, ini yang paling sulit. Apalagi adanya ungkapan "Bohong untuk kebaikan gak apa-apa". Sontoloyo. Yang paling tragis, gemar merekayasa yang jelek-jelek.

5. KOMPAK, yang terakhir ini orang Indonesia wajib mempelajarinya. Apalagi di Kompasiana. Banyak yang mengibarkan "bendera" ideologi dan kepentingan masing-masing. Ngakunya Pancasilais, prakteknya diragukan. Di Jepang, kelakuan kayak gini gak laku. Gak maju. Saya gak bilang mirip kelakuan Phytecantropus Erectus . Tapi kalo kita sebagai bangsa  gak kompak, bisa mengarah ke prilaku primitif lho.

Apa 3 hal  yang wajib dilakukan agar ungkapan 'Belajar dari Jepang' tidak sekedar gengsi-gengsian ? Pertama : PRAKTEK, kedua : PRAKTEK, ketiga : PRAKTEK.

Laksanaken !!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun