Munculnya kembali isu tidak sedap sertfikasi ‘’halal-haram’’ MUI, bukan pertama kalinya menyeruak. Mulai dari isu tarif yang tinggi , mekanisme penetapan yang belum jelas, hingga persoalan transparansi income. Dan yang lebih mengemuka munculnya kembali isu tarik menarik kepentingan antara MUI sebagai ormas dengan kementerian agama sebagai representasi Negara, dalam konteks normatif mempersoalkan ‘’siapa’’ yang seharusnya ideal memegang mandat sertifikasi ‘’halal-haram’’ tersebut. Hingga sampai saat ini rencana RUU belum disahkan lantaran perbedaan persepsi perebutan monopoli, bahkan tawaran terbentuknya satuan gabungan muncul sebagai jalan tengah. Perebutan dengan berbagai alasan tekhnis yang tidak substansial menandakan bahwa kepentingan materil ‘’bisnis label’’ lebih dominan menjadi penyebab perseteruan, ketimbang alasan normatif ideologisnya.