Demi untuk menghemat dan disesuaikan dengan kemampuan keluarga kami, kami tidak menggunakan WO (Wedding Organizer), lebih baik beaya untuk pembayar WO untuk penambah makanan katering pada resepsi nanti. Jadilah aku CEOÂ dari penyelenggaraan rangkaian pernikahan anakku. Sambil menunggu mahasiswa yang akan konsultasi skripsi, aku membuat "RunDown" acara keseluruhannya dengan merangkum bbrp yang kebetulan aku miliki namun disesuaikan dengan keinginanku. Alhamdulillah selesai tidak minggu sebelum hari H, mulai dari acara pengajian, siraman, seserahan dan ngeyeuk sereuh pada tgl. 28/4/2012 dan pernikahan secara adat Minang dan resepsi secara adat Aceh. Mungkin karena aku sudah terbiasa ditempa dengan kehidupan yang keras dan terdidik, jadi rasa percaya diriku besar, yang ada dibenakku adalah pernikahan anakku harus terlaksana dengan baik dan lancar. Cobaan demi cobaan menimpa, suamiku dua kali masuk rumah sakit dan di opname di RS Pondok Indah. Disamping tanggung jawabku sebagai dosen pembimbing yg harus ke kampus dua kali seminggu, sebagai seorang ibu rumah tangga, sebagai seorang istri, aku babak belur harus membagi badan dan pandai2 menjaga kesehatan. Pada Technical Meeting tgl. 18 April 2012 terpaksa aku yang memimpin bersama penanggung jawab gedung, katering, musik, perias pengantin, pelaminan dll. mungkin disamping bondo nekad juga karena aku juga punya sedikit leadership. Cobaan yang paling puncak ketika keponakanku tabrakan dan di kompas oleh keluarga yang ditabrak pada hari resepsi akan dilaksanakan, padahal ibunya, yaitu adikku sendiri adalah panitia inti karena aku akan duduk di pelaminan dan semuanya telah didelegasikan kepada adik2ku. Walaupun ada sedikit kekurangan dan diluar skenario, alhamdulillah semuanya berjalan lancar, tamu banyak yg hadir dan makanan cukup juga sovenir mereka terima semuanya.
Rasanya baru kemarin aku menimang anakku itu, rasanya baru kemarin ia berkeluh kesah ketika ditinggal pacarnya, rasanya baru kemarin kami sering bobok bersama sambil bercengkrama, ah....hati ini sepi sesudah ia diboyong suaminya ke Balikpapan tepat satu bulan sesudah resepsi. Kalau boleh memilih, sebetulnya aku lebih setuju bila ia tidak jauh pindahnya mungkin di Bintaro atau BSD, jadi mudah berjumpa, tapi kalau di BPN harus naik pesawat dulu dan jauh diseberang lautan.....
Namun, semuanya itu adalah tantangan buatku menapaki hidup ini ke depan, aku tidak boleh larut karena adiknya juga akan melangsungkan pernikahan insya Allah tahun depan dan aku harus mempersiapkan pula walaupun tidak sesibuk kakaknya. Mungkin himbauan buat ibu-ibu yang memiliki anak-anak, nikmatilah kehidupan berkeluarga dengan ikhlas, bahagia, saling berbagi, berkasih sayang, ketika mereka anak-anak titipan Allah masih menjadi tanggung jawab kita, karena apabila kita tidak nikmati, bila mereka pergi dengan pasangannya kita tidak punya kenangan manis yang bisa kita kenang kelak.
Perlahan aku letakkan kembali pigura foto anakku dengan suaminya di meja dandan di kamarnya, aku tatap baik-baik wajah bahagia, ceria putri kecilku dirangkul suaminya, bergegas aku menuju kamar depan di mana suamiku telah tertidur dan lelap dengan mimpi-mimpi indahnya. Aku hanyalah seorang Ibu.....yang memiliki hati kecilku yang hanya Allah-lah yang mengetahuinya.