Langit Jakarta siang itu memanggang kepala. Teriakan para calo menambah bising suasana, setelah telinga ini hampir tuli oleh deru knalpot metro mini. Untuk pertama kalinya Aku baru benar-benar tahu, bahwa Jakarta begitu berisik. Dahaga menyerang tenggorokan, mulutku kering, tatapan ini pedih rasanya, belum terbiasa di terpa debu terminal Kampung Rambutan. Jika saja subuh tadi tidak kecopetan, saat ini mungkin saja mulutku basah menikmati sirup yang di suguhkan Paman, sayang ia tinggal di Kelapa Dua, butuh Rp 4000,- menuju rumahnya, jangankan sebesar itu, seratus perak pun aku tak punya.