/1/
Aku melihatnya turun dari langit
matanya siang yang cerah
kilaunya membutakan mataku
senyumnya memeluk raguku.
Aku diperangah cahaya matanya
laut tenang dengan rahasianya
gelombang garang dengan derunya
busa riang dengan raungnya.
Dari matanya aku melihat Dante
yang melihat Cinta mendekat
Beatrice lugu berdansa di sonata.
Dante menunjukkan ketidakjelasan Cinta
yang tetap utuh tanpa penjelasan
seperti remah sendu di ramah mata.
/2/
Tak seberapa lama kulihat matanya di kafe
cahayanya terbawa ke dalam mimpi
melekat semalaman sebagai harapan
mau kujumpai pada waktu yang kapan.
Ia tiba pada awal malam yang lengah
lenguh Kesunyian memasuki dada,
merasuki jantung, menjajah tubuhku.
Mata pisaunya mengancam Cinta.
Namun Dante mengejutkan tidur lelapku
pada subuh yang mengulum keluh
ia berseru, “Biarkan Cinta mendekat!”
Cinta memang kemustahilan yang selalu
niscaya datang bersama kemungkinan
seperti teka-teki di kelam matamu.
/3/
Kulihat matanya pada senja yang buta
kusangka bidadari atau malaikat:
mungkin Tuhan sedang kasmaran
menurunkan matanya kepadaku.
Tubuhku berasa melintas di jalan gelap
kebutaan melarangku menyisih
bak embun yang ingin sekali jatuh
tapi daun enggan melepas pelukan.
Sekali lagi kupaksa mata membaca Dante
barangkali beginilah rasanya takut
ditinggalkan atau meninggalkan.
Ia berdiri sekaku Beatrice di hadapanku
cahaya matanya membutai mataku:
kamu, Kesunyian yang kunanti.
2020