Review Skripsi
PANDANGAN HAKIM DALAM PERKARA PERCERAIAN YANG DISEBABKAN TIDAK MEMILIKI KETURUNAN PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (STUDI DI PENGADILAN AGAMA BANTUL 1 B)
Oleh :
NURUL HIDAYATI
NIM. 18.2.1.2.140
Â
A. PENDAHULUAN
Perceraian merupakan fenomena kompleks yang melibatkan aspek-aspek sosial, emosional, dan hukum dalam masyarakat. Di dalam konteks hukum Islam, perceraian memiliki implikasi yang mendalam karena diatur oleh prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Quran, hadis, dan tradisi hukum Islam. Salah satu faktor yang sering menjadi penyebab perceraian adalah ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memiliki keturunan. Ketidakmampuan ini dapat menimbulkan konflik dalam rumah tangga dan pada akhirnya dapat berujung pada perceraian.
Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, memiliki sistem peradilan agama yang mengatur perkara-perkara keluarga, termasuk perceraian. Pengadilan Agama Bantul 1 B, sebagai salah satu lembaga peradilan agama di Indonesia, memegang peran penting dalam menangani perkara-perkara keluarga, termasuk perkara perceraian yang disebabkan oleh ketidakmampuan memiliki keturunan.
Meskipun ada landasan hukum yang jelas dalam menangani perceraian akibat ketidakmampuan memiliki keturunan, namun seringkali terdapat perbedaan pendapat dan interpretasi di kalangan hakim terkait dengan penanganan kasus semacam ini. Kompilasi Hukum Islam menjadi acuan utama dalam proses pengambilan keputusan hakim, namun implementasinya dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang dan pemahaman individu hakim.
Dalam konteks ini, pemahaman yang mendalam tentang pandangan hakim dalam menangani perkara perceraian yang disebabkan oleh ketidakmampuan memiliki keturunan dari perspektif Kompilasi Hukum Islam di Pengadilan Agama Bantul 1 B menjadi sangat penting. Studi ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana hakim memandang dan menangani kasus-kasus semacam ini, serta faktor-faktor apa yang memengaruhi pengambilan keputusan mereka.
Penelitian terdahulu telah mencoba untuk mengungkap pandangan hakim dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama, namun masih terdapat kekurangan dalam kajian tentang pandangan hakim khususnya terkait dengan perceraian yang disebabkan oleh ketidakmampuan memiliki keturunan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam literatur hukum Islam dan juga dapat memberikan wawasan yang berharga bagi praktisi hukum, akademisi, dan masyarakat umum tentang bagaimana hukum Islam diterapkan dalam konteks perceraian yang kompleks ini di Pengadilan Agama Bantul 1 B.
Â
B. ALASAN MENGAPA MENGAMBIL JUDUL SKRIPSI INI
1. Keterkaitan dengan Topik
Judul skripsi ini terkait dengan topik perceraian yang disebebkan tidak memiliki keturunan perspektif Kompilasi Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam adalah suatu kumpulan hukum yang berisi aturan-aturan hukum Islam yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal perceraian, Kompilasi Hukum Islam memberikan aturan yang jelas tentang bagaimana perceraian harus dilakukan dan bagaimana hak-hak anak harus dijamin.
Â
2. Keterkaitan dengan Latar Belakang
Judul skripsi ini juga terkait dengan latar belakang yang menjelaskan bahwa perceraian yang tidak memiliki keturunan perspektif Kompilasi Hukum Islam adalah suatu permasalahan yang sering terjadi dalam praktek hukum. Dalam hal ini, pandangan hakim dalam perkara perceraian yang disebebkan tidak memiliki keturunan perspektif Kompilasi Hukum Islam sangat penting.
Â
3. Keterkaitan dengan Rumusan Masalah
Judul skripsi ini juga terkait dengan rumusan masalah yang menjelaskan bagaimana pandangan hakim dalam perkara perceraian yang disebebkan tidak memiliki keturunan perspektif Kompilasi Hukum Islam. Rumusan masalah ini menunjukkan bahwa skripsi ini akan mengkaji bagaimana hakim menentukan hak-hak anak dalam perceraian yang tidak sesuai dengan aturan Kompilasi Hukum Islam dan bagaimana hakim memutuskan perkara perceraian yang tidak memiliki keturunan perspektif Kompilasi Hukum Islam.
Â
C. PEMBAHASAN
1. Perceraian
Perceraian menurut bahasa berarti "pisah" dari kata dasar "cerai". Menurut istilah, perceraian adalah sebutan untuk melepaskan sebuah ikatan pernikahan. Dalam artian umum berarti segala macam bentuk perceraian yang sudah dijatuhkan oleh suami, yang juga ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam artian khusus merupakan perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja.
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini tidak memberikan definisi mengenai arti perceraian. Akan tetapi, putusnya hubungan perkawinan sudah diatur dalam Pasal 38: a. Kematian; b. perceraian; dan c. atas keputusan Pengadilan. Pengertian perceraian sendiri dalam Kompilasi Hukum Islam secara jelas ditegaskan dalam Pasal 117 yang menyebutkan bahwa perceraian adalah ikrar suami dihadapkan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. pun juga tidak mengatur tentang pengertian perceraian. Putusnya hubungan perkawinan menurut KHI diatur dalam Pasal 113: a. kematian; b. perceraian; dan c. putusan Pengadilan. Dengan melihat isi pasal-pasal tersebut, dapat ditemukan bahwa prosedur bercerai itu tidaklah mudah, dikarenakan harus mempunyai alasan-alasan yang kuat dan harus benar-benar sesuai menurut hukum.
Di dalam pasal 39 Undang-Undang Perkawinan juga dijelaskan bahwa perceraian itu hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan dan bukan putusan Pengadilan. Pasal ini bermaksud untuk mengatur mengenai perkara talak pada sebuah perkawinan menurut Agama Islam.Â